Dirut PLN: Papua Harus Terang Benderang, Kami Tak Kejar Untung

Dirut PLN: Papua Harus Terang Benderang, Kami Tak Kejar Untung

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 03 Nov 2016 07:12 WIB
Dirut PLN: Papua Harus Terang Benderang, Kami Tak Kejar Untung
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya untuk menerangi Papua. BUMN kelistrikan itu mengaku rela rugi demi Papua yang lebih terang benderang. Yang terpenting, warga Papua harus bisa mendapatkan listrik dengan harga yang sama seperti di wilayah Indonesia lainnya.

"Saya sampaikan ke Pak Haryanto (Direktur Bisnis Regional Maluku-Papua PLN), di sana nggak ada tuntutan laba rugi. Yang penting listrik jalan di sana. Mau rugi berapa saya nggak peduli. Rugi tambah rugi tambah rugi di Papua, biarin," kata Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, kepada detikFinance di Jakarta, Kamis (3/11/2016).

Sofyan menambahkan, melistriki seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, Pulau Miangas sampai Pulau Rote, adalah kewajiban PLN sebagai instrumen negara. "BUMN adalah tangan kanan negara, sebagai agen pembangunan itu kewajiban," ucapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini rasio elektrifikasi di Papua baru 45%, paling rendah se-Indonesia. 55% wilayah belum terlistriki. Sofyan menargetkan, setidaknya 70% wilayah Papua sudah mendapat listrik pada 2019. "Saya berharap minimal rasio elektrifikasi di Papua 70% pada 2019," tegasnya.

Kesulitan terbesar yang dihadapi dalam upaya melistriki 5 kabupaten di pedalaman Papua dan Papua Barat adalah kondisi geografis berupa gunung-gunung, hutan lebat, dan minimnya infrastruktur perhubungan.

Lima kabupaten yang telah dialiri listrik oleh PLN pada tahun ini, yaitu Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Raja Ampat, Pegunungan Arfak, dan Kabupaten Teluk Wondama.

Untuk melistriki daerah-daerah pedalaman Papua, PLN biasanya menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Biaya angkut solar untuk PLTD ke daerah-daerah itu sangat tinggi. PLN memperkirakan bahwa untuk melistriki 5 kabupaten itu butuh bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 8,71 juta liter per tahun. Ongkos angkut BBM-nya per liter Rp 1.500-2.547 per liter.

Untuk mengoperasikan PLTD di 5 kabupaten itu, PLN memerlukan biaya operasional sebesar Rp 55,8 miliar per tahun. Sementara uang yang didapat PLN dari tagihan ke pelanggan hanya Rp 28,58 miliar. Artinya, PLN berkorban Rp 27,2 miliar.

Selain 5 kabupaten ini, masih ada 9 kabupaten di pedalaman Papua lain yang harus dilistriki oleh PLN, yaitu Puncak Jaya, Yalimo, Mamberamo Tengah, Mamberamo Raya, Intan Jaya, Lanny Jaya, Tolikara, Puncak, dan Tambrauw.

Biaya yang harus dikeluarkan PLN tentu akan lebih besar lagi. Sebagai contoh, biaya pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) untuk Kabupaten Mamberamo Tengah sebesar Rp 31.173 per liter, yang berarti biaya produksi listrik per kWh di Kabupaten Mamberamo Tengah sebesar Rp 10.167/kWh atau 900% dari harga jual rata-rata PLN Papua ke masyarakat.

Jika ditotal untuk 14 kabupaten yang akan dialiri listrik oleh PLN, untuk konsumsi BBM-nya per tahun sebanyak 15,7 juta liter dengan biaya produksi Rp 191,9 miliar. Sementara nilai jual listrik ke konsumen hanya Rp 49,65 miliar. Untuk biaya angkut BBM sangat tinggi bisa Rp 31.388 per liter. "Mengapa tinggi? Karena kita tidak bisa mengangkut BBM melalui jalur darat atau laut. Mau tidak mau lewat udara (pesawat), seperti di Puncak Jaya," papar Direktur Bisnis Regional Maluku Papua PLN, Haryanto WS.

Meski demikian, tingginya biaya produksi tidak menyurutkan PLN ekspansi di Papua. "Akan kami cari cara untuk melistriki semua wilayah Papua dan Papua Barat keseluruhannya pada 2020. Tapi tetap mengedepankan standar keselamatan PLN," tutup Haryanto. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads