PT United Tractors Tbk (UNTR) yang sahamnya 59,5% dimiliki oleh ASII mengalami penurunan pendapatan bersih 44% lebih rendah di angka Rp 3,1 triliun.
Hal ini tidak terlepas dari minimnya pendapatan dari bisnis penjualan alat berat dan pertambangan yang disebabkan oleh rendahnya harga batu bara. Selain itu, beberapa faktor lainnya seperti penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga menjadi salah satu yang mendorong penurunan kinerja perseroan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kontribusi pendapatan di bidang konstruksi sendiri belum bisa diharapkan banyak, lantaran pesaing dari alat berat lainnya melakukan strategi dengan menjual produk yang lebih murah.
Direktur Finance & Accounting United Tractors UNTR Iwan Hadiantoro berharap, dengan mulai stabilnya harga batu bara ke depan, penjualan alat berat dari Komatsu masih bisa menyentuh angka 2.100 unit hingga akhir tahun. Ia berharap, pertumbuhan angka penjualan dari UNTR bisa tumbuh hingga 15%.
"Kita berharap banyak dengan perbaikan di sektor mining ini akan cukup dapat membantu United Tractor di 2017, sehingga tahun ini kita harapkan total penjualan heavy equipment (alat berat) 2.100 unit, sama dengan tahun lalu. Ke depan kita tumbuh mudah-mudahan sekitar 10-15% dibandingkan tahun ini," ujarnya dalam Workshop Wartawan Pasar Modal di R Hotel, Ciawi, Bogor, Jumat (4/11/2016).
Perseroan sendiri tengah mencoba mendiversifikasi usaha dengan merambah bisnis lain, selain menggantungkan pada sektor komoditas batu bara. Perseroan berminat untuk menambah porsi kelistrikan dengan mengikuti tender-tender yang dibuka oleh pemerintah.
Selain sedang menggarap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati 2x1.000 MW, emiten berkode saham UNTR tersebut juga tengah membidik beberapa proyek kelistrikan pemerintah lainnya, seperti yang ada di Kalimantan dan Bangka. Untuk proyek power plant Tanjung Jati sendiri ditargetkan akan bisa konstruksi tahun depan, dengan harapan financial closing di bulan Desember ini.
Selain itu, UNTR juga sedang membangun power plant berkapasitas 2x15 MW, melalui anak usahanya PT Pamapersada Nusantara guna melistriki beberapa proyek tambang yang ada di Kalimantan.
"Kita sedang ikut proses biding di beberapa proyek pemerintah yang secara skala tidak besar mungkin 300 MW, lokasinya ada di Bangka dan di Kalimantan. Tapi masih tender, jadi masih dalam jangka panjang," katanya.
Tidak tanggung-tanggung, perseroan bahkan membidik sektor non tambang ini berkontribusi setidaknya 40% bagi perusahaan. Asal tahu saja, pertambangan masih menyumbang kontribusi terbesar bagi perusahaan sebanyak 85%.
"Di UT kita selalu lihat kontribusi dari coal verses non calori rated bisnis. Sekarang coal itu 85% kontribusinya terhadap UT. Non coal nya seperti infrastruktur, agri dan lainnya itu cuma 15%. Ke depannya kita mau giring ke arah mungkin 60-40%. 60 yang coal related, yang 40 dari sektor lain seperti infrastruktur maupun energi ini," jelas dia.
Adapun pendapatan bersih UNTR hingga triwulan III-2016 sebesar Rp 33,9 triliun, terdiri dari sektor kontraktor pertambangan, yang menyumbang Rp 17,73 triliun atau setara 52% dari pendapatan.
Sedangkan sisanya disumbangkan oleh mesin konstruksi Rp 10,64 triliun (31%), pertambangan Rp 4,22 triliun (13%) dan industri konstruksi Rp 1,2 triliun. (drk/drk)











































