Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yunus Saefulhak mengatakan, penolakan masyarakat terkadang merupakan dampak dari kepentingan persaingan dalam pemilihan kepala daerah.
"Resistensi masyarakat ada 2 hal, pertama karena kemampuan (pemahaman) masyarakat atas sumber daya, masih ada anggapan geothermal itu seperti kasus Lapindo, padahal itu berbeda," ujar Yunus di acara diskusi 'Energi Kita' di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (6/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah lainnya, kata Yunus, yakni masalah kesepakatan harga antara PT PLN dan pengembang geothermal yang terkadang menemui jalan buntu.
"Masalah ada di pricing, kita tahu energi geothermal punya keekonomian tersendiri. Tapi bagi PLN yang jadi single buyer, itu didasarkan atas biaya pokok penyediaan. Kalau mau bisnis geothermal, tentu lebih mahal dari batu bara," terang dia.
Dia melanjutkan, masalah pembebasan lahan pun juga masih jadi kendala klasik yang sampai saat ini masih sulit diatasi lantaran banyak instansi yang terlibat di dalamnya.
"Soal pembebasan lahan banyak sekali pihak yang terkait. Terutama dengan Kementerian Kehutanan, kalau hutan lindung bagaimana, kalau hutan konservasi bagaimana. Ini yang perlu dilakukan percepatan," pungkas Yunus. (drk/drk)











































