Pada 2019, pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi nasional yang saat ini 87% dapat ditingkatkan hingga 97%. Artinya, tinggal 3% wilayah Indonesia yang belum dapat listrik.
Khusus untuk Papua, Kementerian ESDM mematok peningkatan rasio elektrifikasi dari 45% menjadi 80% pada 2019. Hal ini sejalan dengan target rasio elektrifikasi nasional, target 97% itu tak mungkin tercapai kalau lebih dari 20% wilayah Papua masih belum berlistrik alias 'gelap gulita'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menggenjot pembangunan infrastruktur kelistrikan di Papua, Kementerian ESDM tak mau hanya mengandalkan program 35.000 megwatt (MW). Sebab, proyek 35.000 MW fokusnya bukan untuk melistriki daerah-daerah terpencil. Porsi program 35.000 MW di Indonesia Timur juga kecil, misalnya di Papua 253 MW sampai 2019.
"Program 35.000 MW-nya PLN kan ke Indonesia Timur sedikit. Kalau mengandalkan swasta (ke Indonesia Timur), dari sisi keekonomian belum menarik. Mungkin 1 desa hanya 300 KK, buat swasta lebih banyak ramainya daripada untungnya. Jadi harus negara yang hadir dulu," ucapnya.
Maka dibuatlah Program Indonesia Terang (PIT) yang tujuan utamanya menerangi desa-desa yang belum berlistrik, terutama di Indonesia Timur, termasuk Papua. PIT bukan untuk menambah total pasokan listrik seperti program 35.000 MW, tapi lebih pada pemerataan pembangunan kelistrikan.
"Proyek 35.000 MW lebih banyak menambah pasokan, konsentrasinya lebih banyak di Indonesia Barat, terutama Jawa karena mengikuti demand. Kita (PIT) lebih bnyk ke pemerataan dan kesetaraan bahwa di sana (desa terpencil) juga berhak mendapat infrastruktur dasar berupa listrik. Ukurannya bukan nambah (listrik), tapi jumlah KK dan desa yang terlistriki," papar Rida.
Memang tak mudah melistriki desa-desa di pegunungan Papua, tapi itu adalah kewajiban negara, seluruh rakyat Indonesia dari Aceh sampai Papua harus menikmati listrik. Salah satu kendala utama melistriki Papua adalah minimnya infrastruktur perhubungan di sana.
Bahan-bahan bangunan dan mesin untuk pembangkit listrik serta jaringannya harus diangkut melalui medan yang berat seperti hutan, pegunungan, dan rawa-rawa. Banyak juga kabupaten yang masih terisolasi dan hanya bisa dijangkau dengan pesawat.
"(Pembangkit listrik) Yang kita bangun sebenarnya kapasitasnya kecil-kecil, PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro) kecil-kecil. Tapi membangunnya lama karena angkut material dan mobilisasi orang ke sana sulit. Kalau di Jawa setahun juga selesai, tapi di Papua infrastruktur pendukung minim," Rida menuturkan.
Segala tantangan dan kesulitan itu harus diatasi agar rakyat Indonesia di pedalaman Papua bisa menikmati listrik seperti rakyat Indonesia di Jawa dan daerah-daerah lainnya. "Kita harus membagi kebahagiaan ke saudara-saudara kita di sana," pungkasnya. (wdl/wdl)











































