Begini Cara Jonan Turunkan Harga Gas untuk Industri Petrokimia dan Pupuk

Begini Cara Jonan Turunkan Harga Gas untuk Industri Petrokimia dan Pupuk

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 09 Nov 2016 14:21 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Pemerintah telah menetapkan 3 bidang industri yang mendapat prioritas penurunan harga gas mulai Januari 2017, yaitu pupuk, petrokimia, dan baja. Ketiganya didahulukan karena menghasilkan multiplier effect yang paling besar dibanding industri lainnya.

"Mudah-mudahan harganya juga bisa sesuai dengan Perpres Nomor 40 Tahun 2016, sampai ke tangan konsumen maksimum US$ 6/MMBtu," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan usai rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/11/2016).

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan formulasi baru harga gas untuk industri petrokimia dan pupuk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, harga gas untuk hampir semua industri domestik menggunakan formula Harga Tetap (fix) ditambah Ekskalasi Tahunan (kenaikan tetap setiap tahun, misalnya 2% per tahun). Rumusan itu akan diganti.

Dalam formulasi baru yang disiapkan Kementerian ESDM, harga gas untuk pupuk dan petrokimia akan dihitung berdasarkan Harga dikaitkan dengan Harga Produk. Artinya, patokan utama harga gas adalah harga produk itu sendiri.

Misalnya harga pupuk di pasar dunia sedang turun, maka harga gas untuk bahan baku pupuk ikut turun. Tapi begitu harga pupuk mengalami kenaikan, harga gasnya juga ikut naik.

"Ada variabel harga produk, jadi harganya di-link (dihubungkan) dengan harga produk juga. Kalau harga pupuknya naik, dia dapat naik juga," papar Wirat.

Selain perubahan formulasi harga, opsi lain yang dimungkinkan untuk menekan harga gas ialah pemangkasan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari gas bumi dan Pajak Penghasilan (PPh).

Ada berbagai faktor pembentuk harga gas untuk industri di Indonesia yang rata-ratanya saat ini US$ 8,3/MMBtu, di antaranya ialah PNBP gas dan PPh

Dari total harga gas US$ 8,3/MMBtu itu, PNBP berkontribusi US$ 0,92/MMBtu, dan pajak penghasilan (PPh) US$ 1,19/MMBtu. Kalau negara mengorbankan PNBP dan PPh ini, harga gas bisa turun US$ 2,11/MMBtu. Rata-rata harga gas di hulu bisa turun dari US$ 5,9/MMBtu menjadi US$ 3,82/MMBtu.

Kalau seluruh PNBP dari gas dihapus, penerimaan negara berkurang US$ 550 juta atau sekitar Rp 7 triliun per tahun. Sedangkan kalau PNBP dan PPh dari gas semuanya dihapus, penerimaan negara hilang US$ 1,263 miliar atau Rp 16,33 triliun.

Apakah negara berani berkorban demi meningkatkan daya saing industri nasional? Keputusan ada di tangan Menteri ESDM, Menko Kemaritiman, dan Menko Perekonomian. Tentunya juga harus dibicarakan dengan Menteri Keuangan yang bertanggung jawab atas penerimaan negara. (dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads