Tak Punya Data Seismik, Cari Minyak di RI Lebih Berisiko dan Mahal

Tak Punya Data Seismik, Cari Minyak di RI Lebih Berisiko dan Mahal

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 21 Nov 2016 15:42 WIB
Ilustrasi (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta - Cadangan minyak Indonesia yang terbukti (proven reserve/P1) saat ini tinggal 3,4 miliar barel. Tanpa adanya penemuan cadangan-cadangan baru, produksi minyak Indonesia akan segera habis dalam waktu sekitar 15 tahun lagi.

Maka kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan minyak baru perlu didorong. Namun, perusahaan-perusahaan minyak malas melakukan eksplorasi. Alasannya eksplorasi butuh biaya besar, dengan tingkat risiko kegagalan yang juga besar.

Terkait hal ini, Anggota Dewan Energi Nasional, Andang Bachtiar, berpendapat bahwa eksplorasi memang berisiko tinggi, tapi belum tentu berbiaya tinggi. Ada langkah-langkah yang dapat membuat biaya eksplorasi menjadi lebih efisien.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Eksplorasi memang high risk, tapi belum tentu high cost. Dalam eksplorasi itu ada tahapan yang salah satunya mengumpulkan data, dan mengevaluasi data. Ini hanya butuh 5% biaya tapi 95% kerja otak. Ngebor itu hanya 5% kerja otak tapi 95% biaya," kata Andang dalam diskusi yang diselenggarakan Publish What You Pay di Cikini, Jakarta, Senin (21/11/2016).

Andang menjelaskan, eksplorasi minyak idealnya dimulai dengan survei seismik. Kalau sudah ada data seismik, tak banyak pengeboran untuk menemukan minyak. Sebab, lokasi cadangan minyak sudah dapat diperkirakan dengan lebih tepat.

Biaya untuk survei seismik ini hanya 5% dari total biaya eksplorasi, namun sangat menentukan keberhasilan. Kalau eksplorasi dilakukan tanpa data seismik yang memadai, risiko kegagalan dan biaya yang dihabiskan akan menjadi jauh lebih besar.

"Eksplorasi itu dimulai dari 5% yang tidak dilakukan oleh negara. Mengerjakan offshore kita itu sebagian besar tidak ada data seismiknya," ujarnya.

Kelemahan dalam survei seismik ini membuat eksplorasi minyak di Indonesia sering menemui kegagalan. Maka survei seismik harus digalakkan untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi.

"Kita kurang riset dasar, pencarian data untuk eksplorasi, dimana daerah di Indonesia yang harus kita survei seismik. Daerah-daerah yang nggak ada data seismiknya itu yang harus dievaluasi," ucap Andang.

Survei seismik bisa dilakukan oleh negara dengan dana dari APBN. Kalau negara tak mau mengeluarkan uang, maka perlu dibuat kebijakan yang mendorong swasta melakukan survei seismik. Bisa saja data seismik dijadikan sebagai bisnis, swasta boleh memperjualbelikan data seismik di Indonesia kepada perusahaan-perusahaan migas.

Setelah 7 tahun, data seismik itu menjadi milik pemerintah Indonesia dan dibuka untuk mengundang investor melakukan eksplorasi. "Kalau pemerintah nggak punya uang, itu bisa dibuka untuk swasta, silakan mereka jual. Setelah 7 tahun itu jadi data negara. Perlu regulasi yang benar," cetusnya.

Menurutnya, Indonesia masih punya banyak cadangan minyak. Ada sekitar 40 cekungan yang belum dieksplorasi, ini perlu survei seismik terlebih dahulu.

"Apakah kita masih punya minyak? Minyak kita yang 3,4 miliar barel itu yang berstatus P1 (cadangan terbukti). Ada 19,6 miliar barel potensi yang bisa diambil dengan EOR, baru berhasil di Duri. Ada 33,7 miliar barel unrecoverable resources," pungkasnya. (dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads