Sebagian besar proyek-proyek yang mangkrak ini berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Pembangkit-pembangkit mangkrak ini adalah bagian dari Fast Tracking Project (FTP) pada kurun waktu 2007-2011.
Dari 34 proyek yang mangkrak ini terdapat 17 proyek yang telah dilanjutkan dan sudah ada jalan keluarnya, 6 proyek diputus kontraknya lalu diambil alih oleh PLN untuk dilanjutkan, dan 11 proyek determinasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaannya, apa jaminannya kontraktor lama atau kontraktor baru akan mengerjakan pembangkit listrik hingga tuntas? Bagaimana agar tidak mangkrak lagi?
Direktur Bisnis Regional Sumatera PLN, Amir Rosidin, mengungkapkan bahwa para kontraktor akan masuk daftar hitam PLN kalau tak merampungkan proyek. Mereka tidak akan bisa ikut berpartisipasi dalam program 35.000 MW maupun lelang-lelang pengadaan pembangkit lainnya.
Selain itu, ada dana jaminan yang harus disetor oleh kontraktor, meski tak sebesar dana jaminan di program 35.000 MW yang mencapai 10 persen dari nilai proyek. Kalau kontraktor berhenti di tengah jalan, uang jaminan ini diambil oleh PLN.
"Ada jaminan 5 persen yang kita ambil, dan kita black list kalau mereka nggak selesaikan. Mereka kan ingin berkiprah di program 35.000 MW juga," kata Direktur Bisnis Regional Sumatera PLN, Amir Rosidin, dalam konferensi pers di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Baik 17 proyek yang dilanjutkan oleh kontraktor lama maupun 6 proyek yang dilanjutkan sendiri oleh PLN memerlukan tambahan biaya. Agar tidak terjadi sengketa terkait tambahan biaya yang dibutuhkan, kontraktor dan PLN sepakat menunjuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitungnya.
"Berapa biaya yang dikeluarkan, itu PLN lagi menghitung, kontraktor juga menghitung. Kontraktor biasanya minta harga tinggi, PLN minta rendah, maka verifikasinya di BPKP. Kita sudah sepakat bersama," lanjut Amir.
Biaya tambahan tersebut misalnya untuk memperkuat pondasi dan perbaikan-perbaikan lainnya. "Kalau dia minta biaya tambahan untuk pondasi diperkuat, dia hitung, PLN menghitung, diverifikasi BPKP. Pada saat kontraktor mengerjakan, ternyata butuh biaya lebih besar dari kontrak awal," ujarnya.
Pemerintah sudah memberikan payung hukum bagi PLN untuk memberikan tambahan dana kepada para kontraktor, yaitu Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016. BPKP juga telah mulai melakukan pemeriksaan.
Kata Amir, adanya Perpres Nomor 4 Tahun 2016 dan perhitungan oleh BPKP ini memberikan kepastian bagi para kontraktor, sehingga mereka mau meneruskan proyek.
"Makanya dia (kontraktor) mau mengerjakan karena ada Perpres Nomor 4. BPKP juga sudah turun ke lapangan, dia punya keyakinan," pungkasnya. (hns/hns)











































