Swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi juga didorong untuk ikut melistriki 2.500 desa di wilayah terpencil. Maka Jonan membuat Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang mengizinkan swasta untuk membangun pembangkit, jaringan, dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil.
Dengan adanya aturan baru ini, PLN tak lagi memonopoli, swasta juga bisa menjadi 'PLN mini' di daerah-daerah terpencil yang tak terjangkau PLN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sulit bagi swasta untuk dapat menjual listrik ke masyarakat dengan tarif yang sama seperti PLN. Di sisi lain, masyarakat di daerah terpencil tentu tak bisa menanggung tarif listrik yang tinggi.
"Daya beli masyarakat kita di daerah-daerah terpencil tidak mampu membeli listrik bahkan dengan harga produksi," kata Ketua Apindo Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Sammy Hamzah, dalam diskusi Towads Energy Transformation di Gedung Patra Jasa, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Menurut Sammy, harus dibuat bisnis model yang menarik agar swasta mau masuk melistriki daerah-daerah terpencil. Perlu campur tangan pemerintah supaya harga jual listrik cukup ekonomis bagi swasta, tapi juga tidak memberatkan masyarakat. Bisnis model untuk daerah terpencil, menurut kami sulit berkembang kalau tidak ada intervensi dari pemerintah," ucapnya.
Mungkin perlu subsidi dari pemerintah untuk menutup selisih antara BPP listrik dari swasta dengan tarif yang mampu ditanggung masyarakat di daerah terpencil. Tapi, Sammy menambahkan, kebijakan subsidi tidak sehat dalam jangka panjang.
"Kalaupun kita tetapkan subsidi, harus kita tetapkan kapan harus dihilangkan," cetusnya.
Selain soal harga jual listrik, kendala lain yang harus dihadapi swasta dalam melistriki daerah terpencil adalah pembebasan lahan untuk pembangkit listrik dan jaringannya. Juga soal perizinan.
"Masalah lain adalah ketersediaan lahan dan perizinan. Proses bisnis kita masih sangat berat. Subsidi itu juga bisa dalam bentuk kemudahan berusaha," tutupnya. (dna/dna)