Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan menyatakan, keputusan itu merupakan langkah strategis untuk menjaga kepentingan nasional Indonesia. Sebab, OPEC meminta semua anggotanya memangkas produksi minyak pada 2017.
Indonesia diminta mengurangi produksi minyak sampai 37.000 barel per hari (bph). Bila Indonesia mengikuti keputusan OPEC itu, pendapatan dari minyak sebesar US$ 2 juta atau Rp 26 miliar per hari harus dikorbankan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu langkah strategis yang dilakukan Pak Jonan (Menteri ESDM) karena kalau kita ikut, produksi minyak kita terpotong 37.000 bph, itu setara dengan US$ 2 juta per hari," kata Luhut usai Seminar Nasional Kemaritiman di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (1/12/2016).
Saat ini Indonesia sedang mengalami defisit APBN akibat tidak tercapainya target pendapatan negara. Pemangkasan produksi minyak nasional sebesar 37.000 bph akan sangat merugikan dalam situasi seperti ini. "Itu buat APBN kita berpengaruh," tegas Luhut.
Dia menambahkan, Indonesia pernah membekukan keanggotaan di OPEC pada 2008. Jadi ini bukan masalah besar. "Ini kan bukan pertama kali juga kita lakukan. Dulu 2008 juga pernah dilakukan," tuturnya.
Sebelumnya Indonesia pada 2015 lalu mengaktifkan kembali keanggotaan di OPEC karena ingin mendapat kemudahan impor minyak dari negara-negara anggota OPEC. Dengan pembekuan keanggotaan ini tentu Indonesia harus mencari jalan lain untuk mendapatkan minyak murah.
Tetapi menurut Luhut, yang penting Indonesia tak rugi Rp 26 miliar per hari dulu. Soal kemudahan impor minyak, akan dipikirkan cara lain.
"Kita lihat dulu nanti. Tapi yang penting kita tidak rugi US$ 2 juta per hari dulu. Di kondisi ekonomi global seperti ini, pendapatan itu sangat penting," tandasnya. (hns/hns)











































