Jika mengikuti keputusan OPEC maka Indonesia juga harus mengurangi produksi. Alhasil, impor minyak makin bertambah.
"Sekarang saya tanya Indonesia setuju nggak dengan keputusan OPEC? Kenapa nggak setuju, karena Indonesia diminta potong produksi kan, sekarang impornya banyak. Kalau diminta potong nanti itu impornya makin banyak," ujar Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, Rachmad Hardadi, di kantornya, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (1/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal penyediaan growth sama-sama kita ketahui, dengan kapasitas pengelolaan kilang, itu sekitar 850.000-900.000 barel sekitar 60% produk domestik, 40%-nya impor," kata Rachmad.
Sebelumnya, Indonesia diminta mengurangi produksi minyak sampai 37.000 barel per hari (bph). Bila Indonesia mengikuti keputusan OPEC itu, pendapatan dari minyak sebesar US$ 2 juta atau Rp 26 miliar per hari harus dikorbankan.
Maka Indonesia memilih untuk membekukan keanggotaan supaya tidak terikat keputusan pemangkasan produksi.
"Itu langkah strategis yang dilakukan Pak Jonan (Menteri ESDM) karena kalau kita ikut, produksi minyak kita terpotong 37.000 bph, itu setara dengan US$ 2 juta per hari," kata Menko Kemaritiman, Luhut Panjaitan, usai Seminar Nasional Kemaritiman di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (1/12/2016).
Saat ini Indonesia sedang mengalami defisit APBN akibat tidak tercapainya target pendapatan negara. Pemangkasan produksi minyak nasional sebesar 37.000 bph akan sangat merugikan dalam situasi seperti ini.
"Itu buat APBN kita berpengaruh," tegas Luhut. (hns/hns)











































