Namun demikian, banyak kalangan memprotes penerapan gross split ini. Salah satu alasannya, gross split akan mengurangi penggunaan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri). Skema cost recovery memang mensyaratkan tingkat TKDN tertentu untuk perusahaan minyak yang tergabung dalam Kontraktor Kontrak Kerja sama (K3S) migas.
Menurut Menteri ESDM, Ignasius Jonan, skema baru gross split akan menghilangkan ketidakefisienan yang selama ini jadi sebab tingginya cost recovery yang dibebankan ke negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dia protes, berarti dia nggak efisien dong. Itu justru akan mendorong kontraktor-kontraktor ini lebih efisien," katanya.
Menurut Jonan, pemerintah akan memberikan insentif yang dimasukkan dalam porsi bagi hasil untuk K3S sesuai dengan tingkat TKDN yang dipakai.
"Kita kan kasih insentif, kalau misalnya TKDN 10% nanti misalnya bagi hasilnya dapat insentif tambahan 2-3%," terang mantan Menteri Perhubungan ini.
Sebagai gambaran, saat ini bagi hasil minyak antara negara dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) misalnya adalah 85% untuk negara dan 15% untuk kontraktor (85:15).
Selain mendapatkan bagian sebesar 15%, kontraktor juga mendapat cost recovery dari negara. Cost recovery dipotong dari minyak bagian negara. Cost recovery adalah biaya yang dikeluarkan kontraktor untuk memproduksi migas dan harus diganti oleh negara.
Sedangkan bila menggunakan gross split, misalkan bagi hasil antara negara dan kontraktor 50:50, maka bagian kontraktor adalah 50% dari hasil produksi tanpa ada tambahan dari cost recovery.
Negara tidak menanggung biaya operasi yang dikeluarkan untuk memproduksi migas, seluruhnya menjadi tanggungan kontraktor. Jadi bagian yang diterima negara bersih 50%, tidak dipotong cost recovery. Peraturan Menteri (Permen) ESDM soal gross split ini sedang dibahas. (drk/drk)











































