Apakah Skema Gross Split Wajibkan Pakai Produk Lokal? Ini Kata Jonan

Apakah Skema Gross Split Wajibkan Pakai Produk Lokal? Ini Kata Jonan

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 19 Des 2016 19:51 WIB
Apakah Skema Gross Split Wajibkan Pakai Produk Lokal? Ini Kata Jonan
Foto: Michael Agustinus-detikFinance
Jakarta - Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) migas antara negara dengan kontraktor saat ini menggunakan skema cost recovery. Saat ini Kementerian ESDM sedang menyiapkan aturan baru, skema cost recovery akan diganti dengan skema gross split.

Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengungkapkan bahwa dalam skema gross split ini tidak ada lagi kewajiban menggunakan produk-produk dalam negeri. Sebab dalam skema gross split, semakin efisien maka akan semakin besar bagi hasil yang didapat kontraktor, berbeda dengan skema cost recovery.

Kontraktor tentu harus memilih peralatan dan jasa-jasa penunjang migas yang paling efisien agar keuntungannya besar. Kalau industri penunjang hulu migas di dalam negeri tak kompetitif, tentu kontraktor akan lebih memilih menggunakan produk-produk impor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini dengan skema cost recovery, pemerintah bisa mewajibkan kontraktor memakai produk-produk dalam negeri, mengatur tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), karena pengeluaran-pengeluaran itu ditanggung oleh negara.

Tapi negara tak lepas tangan, tetap ada keberpihakan pada industri penunjang migas di dalam negeri. TKDN akan menjadi salah satu variabel untuk menentukan besaran split (bagi hasil) untuk kontraktor. Semakin tinggi TKDN yang dipakai, semakin besar bagian yang diperoleh kontraktor.

"Kita nanti bikinnya sistem insentif. Kalau TKDN sekian persen, split-nya tambah sekian. Kalau sekarang kan setengah memaksa (penggunaan produk dalam negeri. Betul ya Pak Amien (Kepala SKK Migas)?" ucap Jonan dalam diskusi di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (19/12/2016).

Meski tak ada kewajiban TKDN, Jonan yakin industri penunjang migas dalam negeri tetap bisa bersaing. Menurutnya, secara logika produk dalam negeri harusnya bisa lebih murah. Produk impor dikirim dari lokasi yang jauh, biaya tenaga kerjanya juga lebih mahal, harusnya produk lokal bisa lebih kompetitif.

"TKDN bagaimana? Dalam pandangan saya, semua KKKS pasti berusaha efisien kalai pakai gross split. Pangsa pasar untuk industri dalam negeri pasti lebih besar menurut saya. Saya kasih contoh Tripatra. Masak manpower Tripatra lebih mahal dari orang di Houston kayak Pak Wamen? Ini harusnya membuka peluang lebih besar bagi industri dalam negeri," ucapnya.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menambahkan, industri dalam negeri harus berani bersaing. "Bagaimana dengan TKDN? Ini harapan bagi kita. Kalau mampu, bersaing lah. Ini menuntut keberanian local company untuk bergabung mengembangkan sebuah lapangan," tegasnya.

Untuk mendukung industri dalam negeri, selain menawarkan tambahan split jika TKDN semakin tinggi, pihaknya juga mempertimbangkan untuk mengurangi split kontraktor yang tak menggunakan produk-produk 'Made in Indonesia'.

"Itu sedang kita pikirkan, split-nya sedang kita pikirkan. Kalau nggak ada TKDN, mungkin saja negatif split-nya. Skalanya sedang kita pikirkan," tutupnya. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads