Saat ini, minyak yang keluar dari lapangan dan disimpan di tangki-tangki tidak diukur. Angka produksi minyak diperoleh pemerintah hanya berdasarkan laporan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang mengelola lapangan.
Pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) hanya mengukur lifting, yaitu minyak yang dialirkan dari tangki menuju kapal untuk diangkut.
"Dalam 6 bulan itu harus selesai. Di Permen, flow meter itu harus dipasang dalam 6 bulan," kata Arcandra kepada detikFinance, Kamis (5/1/2017).
Flow Meter akan dipasang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada fasilitas produksi minyak di seluruh Indonesia, biayanya juga ditanggung oleh SKK Migas. Mereka juga yang akan mengoperasikan alat ukur itu.
Ada sekitar 200 lapangan minyak yang harus dipasangi Flow Meter. Sebelum Juni 2016, semuanya harus sudah punya meteran penghitung produksi. "Ada 200 lokasi, pokoknya semua lapangan yang sudah diidentifikasi, sebelum Juni sudah dipasang," tegas Arcandra.
Dengan adanya flow meter ini, produksi minyak bisa dimonitor secara real time. Begitu minyak diproduksi, langsung tercatat oleh SKK Migas dan Kementerian ESDM. Datanya langsung dikirim secara online ke sistem pemantauan kedua instansi tersebut.
Data produksi minyak jadi lebih akurat, bukan hanya berdasarkan laporan saja, tapi hasil monitoring real time. "SKK yang harus pasang. Jadi sistemnya bukan lagi reporting, tapi monitoring. Itu beda," tandasnya. (mca/wdl)