Dalam sebuah pesan berantai yang beredar di whatsapp, ada yang menilai kenaikan harga pertamax series ini melanggar Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 (Perpres 191/2014).
Sebab, dalam pasal 14 Perpres 191/2014 disebutkan bahwa harga dasar dan harga jual bahan bakar minyak (BBM) ditetapkan oleh Menteri ESDM. Ada anggapan bahwa harga pertamax series diserahkan pada mekanisme pasar, bukan ditetapkan Menteri ESDM, sehingga melanggar Perpres 191/2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan premium termasuk BBM penugasan, yaitu ditugaskan oleh pemerintah kepada badan usaha untuk didistribusikan ke wilayah penugasan. Kemudian pertamax series termasuk BBM umum, tidak disubsidi pemerintah dan bukan penugasan.
Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, menjelaskan, kenaikan harga pertamax series sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, tidak ada yang dilanggar.
Dalam pasal 15 ayat 2 Perpres 191/2014 diatur bahwa Harga Indeks Pasar (HIP) BBM umum ditetapkan oleh badan usaha dan kemudian dilaporkan pada Menteri ESDM. Jadi berbeda dengan solar dan premium yang ditetapkan oleh Menteri ESDM melalui Peraturan Menteri (Permen).
"Dalam Perpres 191 pasal 15 ayat 2, HIB BBM umum ditetapkan oleh Badan Usaha dan dilaporkan ke menteri," kata Wirat melalui pesan singkat kepada detikFinance di Jakarta, Senin (9/1/2017).
Ia menambahkan, harga pertamax series tak sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar meski HIP ditetapkan oleh badan usaha. Sebab, pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2015 membatasi margin untuk badan usaha dalam penjualan BBM umum.
Badan usaha hanya boleh mengambil untung 5 sampai 10 persen dari BBM umum. Jadi Pertamina pun tak boleh menaikkan harga pertamax series sesukanya. "Menteri mengatur harga dalam Permen ESDM 39/2019, ada pembatasan margin," pungkasnya. (mca/hns)











































