Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan pemerintah sudah memiliki perhitungan dasar (base split) maupun variabel-variabel lain untuk menentukan bagi hasil dengan skema gross split.
"Sudah ada (perhitungan gross split), kita sedang siapkan Blok ONWJ untuk menggunakan skema itu. Kita usahakan pakai gross split," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, kepada detikFinance, Jumat (13/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, duet Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar berencana mengubah sistem bagi hasil migas agar menjadi lebih praktis. Sebagai gambaran, saat ini bagi hasil minyak antara negara dan kontraktor adalah 85% untuk negara dan 15% untuk kontraktor (85:15).
Selain mendapatkan bagian sebesar 15%, kontraktor juga mendapat cost recovery dari negara. Cost recovery adalah biaya yang dikeluarkan kontraktor untuk memproduksi migas dan harus diganti oleh negara.
Keduanya ingin mengganti bagi hasil ini dengan skema gross split. Bila menggunakan gross split, misalkan bagi hasil antara negara dan kontraktor 50:50, maka bagian kontraktor adalah 50% dari hasil produksi tanpa ada tambahan dari cost recovery.
Negara tidak menanggung biaya operasi yang dikeluarkan untuk memproduksi migas, seluruhnya menjadi tanggungan kontraktor. Jadi bagian yang diterima negara bersih 50%, tidak dipotong cost recovery.
Pergantian cara perhitungan bagi hasil ini diyakini tidak akan merugikan negara. Sebaliknya, justru bisa lebih menguntungkan negara karena cost recovery yang diklaim kontraktor cenderung tidak efisien, bisa saja dibesar-besarkan nilainya untuk memperbesar bagian kontraktor.
Sementara kalau menggunakan gross split, biaya produksi migas yang dikeluarkan kontraktor harus seefisien mungkin. Kalau tak efisien, bagian kontraktor jadi kecil karena seluruh biaya produksi tak ditanggung negara. Berbeda dengan cost recovery yang kalau semakin besar akan memperbesar bagian kontraktor. (mca/wdl)











































