Beleid itu mengatur perusahaan tambang tetap dapat melakukan ekspor konsentrat (mineral olahan yang belum sampai tahap pemurnian), dengan syarat mengubah status kontraknya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi, divestasi sebanyak 51% secara bertahap selama 10 tahun, dan komitmen membangun smelter (pabrik pemurnian).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, lewat PP ini pemerintah kini lebih bisa mengintervensi perusahaan tambang, karena harus melakukan komitmen membangun smelter dalam waktu 5 tahun, dan secara bertahap diawasi sesuai indikator kontrak yang telah disepakati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, perusahaan harus komitmen membangun pabrik smelter lengkap dengan rencana pembangunannya, yang akan dilakukan maksimal dalam waktu 5 tahun.
Waktu 5 tahun sendiri dirasa cukup karena berdasarkan data empiris, pembangunan pabrik smelter minimal bisa dibangun dalam waktu 3 tahun, dan maksimal 5 tahun. Jonan mengatakan, waktu ini juga telah memasukkan pertimbangan terjadinya permasalahan lahan dalam membangun smelter.
"Jadi sebenarnya konsepsi dari perubahan itu adalah, boleh diteruskan usahanya. Tapi, harus bikin komitmen, bahwa sekarang dia yang harus bikin komitmen, bahwa dia akan merubah izinnya dari KK jadi IUPK dan dia akan patuhi semua aturan IUPK nya. Kemudian, syarat lain lagi. Divestasinya yang tadinya sebelumnya udah dirubah itu, menjadi 51%," tutur Darmin.
"Ini komitmen dari dia lho. Kalau enggak ada komitmen dari dia, enggak bisa. Mengekspor pun enggak bisa. Jadi dibalik sekarang. Harus ada komitmennya," pungkasnya. (hns/hns)











































