Begini Prosedur Freeport Cs Ganti Kontrak Karya Jadi IUPK

Begini Prosedur Freeport Cs Ganti Kontrak Karya Jadi IUPK

Michael Agustinus - detikFinance
Jumat, 13 Jan 2017 19:30 WIB
Begini Prosedur Freeport Cs Ganti Kontrak Karya Jadi IUPK
Foto: Istimewa/Puspa Perwitasari
Jakarta - Pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2016 (Permen ESDM 5/2016), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 (Permen ESDM 6/2016).

Peraturan-peraturan itu diterbitkan agar hilirisasi mineral tetap berjalan tanpa merugikan perusahaan-perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK), dan perekonomian di daerah pun tak terganggu.

Berdasarkan PP 1/2017, para pemegang KK harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat. Prosedur untuk mengubah KK menjadi IUPK diatur dalam Permen ESDM 5/2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 19 ayat 1 , pertama-tama perusahaan tambang harus mengajukan permohonan perubahan bentuk pengusahaan menjadi IUPK Operasi Produksi sekaligus pengakhiran KK kepada Menteri ESDM.

"Mereka mesti mengajukan surat permohonan perubahan status Kontrak Karya untuk menjadi IUPK Operasi Produksi. Pengajuan surat dilengkapi dengan kelengkapan administrasi," kata Kepala Biro Komunikasi Kementerian ESDM, Sujatmiko, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (13/1/2017).

Permohonan harus dilengkapi dengan peta dan batas koordinat wilayah tambang dengan luasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi, serta rencana kerja dan anggaran biaya. Kelengkapan ini tercantum dalam pasal 20 ayat 1.

Di pasal 20 ayat 2, dinyatakan bahwa Menteri ESDM akan memberikan persetujuan permohonan IUPK Operasi Produksi dalam waktu paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.

Pasal 19 ayat 3 menerangkan bahwa IUPK Operasi Produksi diberikan setelah wilayah tambang ditetapkan oleh Menteri ESDM menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Operasi Produksi.

Sujatmiko mengungkapkan, ada perbedaan mendasar antara KK dan IUPK. Dalam KK, posisi negara dan korporasi setara sebagai dua pihak yang berkontrak. Sedangkan dalam IUPK, negara adalah pemberi izin dan perusahaan tambang ialah pemegang izin. Maka hak dan kewajiban perusahaan tambang dalam IUPK berbeda dengan KK.

"Dari sisi pengusahaan, KK itu kan kontrak, kalau IUPK itu izin usaha. Jadi kalau IUPK pemerintah sebagai pemberi izin. Kalau berkontrak, masing-masing setara. Hak dan kewajiban diatur dalam izin itu," ujar Sujatmiko.

Ia meyakini kebijakan ini bukan hanya menguntungkan perusahaan tambang, tapi juga negara dan rakyat. Bila aturan berjalan dengan baik, hilirisasi mineral bisa terus berjalan meski ekspor konsentrat tetap terbuka.

Berjalannya hilirisasi mineral artinya smelter-smelter terbangun, ada industri baru, ada lapangan kerja untuk rakyat, dan penerimaan negara juga meningkat. Semua pihak diuntungkan.

"Begitu peningkatan nilai tambah dilaksanakan dengan baik, harga produk jual kan meningkat dibanding raw material. Penerimaan negara juga meningkat," tutupnya. (mca/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads