Tetapi sebaliknya, pasokan LPG baik dari dalam maupun luar negeri semakin sulit didapat. Gas C3 dan C4 untuk LPG merosot produksinya, sebagian besar gas yang baru berproduksi adalah C1 yang kandungan karbonnya lebih rendah, massanya lebih ringan.
"Gas di Indonesia itu makin ringan, kandungan C3 C4 makin enggak ada, hasil LPG makin turun. Di luar negeri pun sama, suplai LPG ke depan makin sulit," kata Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang, dalam Forum LPG Indonesia di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (17/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, impor LPG merangkak naik hingga 70% dari kebutuhan, dari sebelumnya 65%. "2017 ini 70% lebih LPG impor. Jadi kita makin tergantung impor untuk LPG," ucapnya.
Untuk mengamankan kebutuhan LPG di dalam negeri, ISC Pertamina menandatangani kontrak pembelian jangka panjang untuk 90% impor LPG dari Timur Tengah.
"Pengadaan 90% kita kontrak jangka panjang, 10% kita beli bulanan. Yang kita beli 90% dari Timteng," tuturnya.
Daniel berharap ke depan pihaknya bisa mendiversifikasi sumber pasokan LPG dengan dibukanya Kanal Panama, sehingga bisa diperoleh LPG yang murah.
"Di 2017 dengan mulai beroperasinya Kanal Panama, akan makin banyak LPG dari Amerika ke Asia Pasifik termasuk Indonesia. Kita harapkan harganya lebih menarik, bisa kompetisi dengan sumber-sumber pasokan di Asia Pasifik," pungkasnya. (mca/dna)











































