Benarkah Gross Split Dorong Pekerja Asing Serbu Sektor Migas?

Benarkah Gross Split Dorong Pekerja Asing Serbu Sektor Migas?

Muhammad Idris - detikFinance
Jumat, 20 Jan 2017 18:42 WIB
Foto: Muhammad Idris/detikFinance
Jakarta - Pemerintah menerapkan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) gross split, menggantikan skema lama yakni cost recovery. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang telah diundangkan pada tanggal 16 Januari 2017.

Model kontrak baru ini dianggap bisa mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lebih efisien. Namun, ada kekhawatiran skema bagi hasil ini justru menarik semakin banyak tenaga kerja asing masuk Indonesia.

Wakil Menteri ESDM, Archandra Tahar, menampik jika skema gross split membuat KKKS lebih banyak menggunakan tenaga kerja asing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Logikanya dimana kalau gross split banyak tenaga kerja asing? Kalau saya sebagai KKKS, saya pilih cost yang lebih murah (lokal)," kata Arcandra di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Alasannya, menurut Archadra sederhana. Yakni tenaga kerja asing untuk keahlian tertentu dibayar lebih mahal dibandingkan tenaga lokal.

"Kecuali orang Indonesia lebih mahal dari orang bule. Tenaga kerja orang Indonesia akan terancam? Memangnya mahal cost orang Indonesia (dibandingkan tenaga kerja asing)," ujar Arcandra.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Ditjen Migas Kementerian ESDM, Ghufron Asrofi, meski proses pengadaan dan segala pengeluaran kontraktor tak lagi harus disetujui SKK Migas, tenaga kerja yang akan dipakai KKKS tetap harus dilaporkan ke SKK Migas dan Kementerian ESDM.

"Tetap saja kok (aturannya), ada SKK Migas, dan ini kan ada kementerian teknis (ESDM). Sama kayak kementerian teknis lainnya, kalau tenaga kerja (asing) harus minta rekomendasi dulu," ujar Ghufron. (idr/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads