Industri Minyak RI Bagai Restoran Kuno dengan Menu yang 'Jadul'

Laporan dari Singapura

Industri Minyak RI Bagai Restoran Kuno dengan Menu yang 'Jadul'

Angga Aliya ZRF - detikFinance
Selasa, 24 Jan 2017 07:00 WIB
Foto: Angga Aliya ZRF
Singapura - Indonesia pernah menjadi negara kaya minyak. Banyak orang masih beranggapan seperti itu, tapi sayangnya anggapan itu keliru.

Bahkan menurut Direktur Riset Hulu Minyak dan Gas Wood Mackenzie Asia Pacific, Andrew Harwood, industri minyak dan gas (migas) Indonesia saat ini seperti restoran jadul yang menunya tidak pernah berubah dari pertama buka sampai saat ini.

"Industri minyak Indonesia itu ibarat restoran yang buka 30 tahun lalu. Pada waktu itu banyak orang datang ke sana. Rasanya enak, harganya murah, service-nya bagus. Sukses dan bisa bersaing dengan restoran-restoran lain," kata dia saat Media Briefing di kantornya, 3 Church Street, Singapura, Senin (23/1/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayangnya, kata Andrew, kesuksesan ini membuat pemilik restoran terlena, sehingga menjadi buncit karena menikmati hidup yang enak. Seiring waktu berjalan, muncullah restoran-restoran baru. Restoran-restoran baru ini punya menu lebih terkini.

Namun tetap saja pemilik restoran Indonesia Indonesia tidak mau berubah. Masih saja menu yang sama dalam beberapa dekade terakhir.

"Sementara restoran lain sudah buka cabang di berbagai tempat. Akhirnya, pelanggan pun perlahan-lahan mulai berpindah. Manajemen restoran Indonesia tetap tidak mau adaptasi," ujarnya.

Akibatnya, jumlah pembeli mulai berkurang. Omzet pun tidak seramai biasanya. Ingin omzet tetap tumbuh malah naikkan harga.

Jumlah staf pun tidak ditambah dengan yang lebih berkualitas. Tidak ada investasi yang bisa digelontorkan untuk menggenjot penjualan.

"Hasilnya ya sekarang ini. Produksi juga tidak berkembang, pencarian sumur-sumur baru tidak seperti dahulu, investor baru juga akhirnya melirik ke negara-negara lain," ujarnya.

Salah satu negara yang saat ini dianggap seksi oleh investor minyak adalah Myanmar. Ada penemuan sumur-sumur baru yang berpotensi digarap.

Jika tidak mau ketinggalan, Indonesia juga harus sudah memikirkan bagaimana menarik para investor tersebut agar investor tidak kabur ke negara lain. (ang/wdl)

Hide Ads