Toharso mengatakan, gangguan operasi tersebut terjadi lantaran kurangnya maintenance ataupun perawatan terhadap kilang-kilang minyak. Seperti halnya kilang Balikpapan yang sempat mengalami gangguan operasi beberapa waktu lalu. Saat itu terjadi suara gemuruh yang timbul dengan api yang tinggi akibat adanya pelepasan tekanan yang berubah untuk keperluan keamanan.
"Sampai Desember 2016, ada 35 kejadian masalah di kilang yang menyebabkan terganggunya proses produksi di kilang," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uplanned shutdown disebabkan kilang yang sudah tua atau maintenance kilang tidak tertib atau peralatannya konsisten. Kalau diibaratkan mobil, ini harus sudah ganti aki," ujar Toharso.
"Untuk itu, tugas saya mengurangi unplanned shutdown di 2017 ini. Bagaimana unplanned shutdown dikurangi," tambahnya.
Meski menyebut potensi kehilangan dari 35 kali gangguan operasional tersebut mencapai US$ 70 juta, Toharso menolak menyebut ini disebut kerugian pendapatan, karena hal seperti ini telah diperhitungkan sebelumnya.
"Yang pasti kalau unplanned shutdown terlalu makan waktu yang banyak, pasti akan merugikan. Jadi ada yang memang shutdown-nya direncanakan. Sehingga kerugian ini untuk marjin kilang sendiri. Jangan disamakan dengan kerugian perusahaan," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Dwi Soetjipto, menambahkan persoalan yang terjadi pada kilang saat ini sedang diatasi. Untuk mencegah gangguan kilang terulang, Pertamina terus meningkatkan upaya perawatan.
"Makanya kita berupaya untuk maintenance-nya berjalan dengan sebaik-baiknya. Operasional juga melakukan beberapa upaya-upaya untuk peningkatan dan beberapa peralatan yang kurang andal, kita akan lakukan beberapa pergantian," tutur Dwi usai rapat terbatas harga gas di Istana, Selasa (24/1/2017). (hns/hns)