Namun, realisasinya justru lebih tinggi yaitu US$ 11,5 miliar.
"Tahun lalu 2016, RAPBN-P mencadangkan US$ 8,5 miliar. Saya enggak tahu angkanya dari mana, karena saya juga baru. Tapi, realisasinya itu US$ 11,5 miliar, jadi APBN-P terkaget-kaget, karena ada tambahan US$ 3 miliar. Itu Rp 40 triliun lho itu," kata Jonan di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu saya di sana (Kemenhub), bangun sebegitu banyak (infrastruktur) enggak ada Rp 40 triliun," kata Jonan.
Oleh sebab itu, skema Gross Split dengan ketentuan bagi hasilnya, diharapkan Jonan bisa menguntungkan negara. Meskipun secara garis besarnya persentase split (bagi hasil) negara berkurang, namun secara keseluruhan, negara akan beruntung.
Dalam masa eksplorasi, lanjut Jonan, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan diberikan kesempatan untuk berinvestasi sendiri, misalnya terkait biaya pengadaan barang untuk alat eksplorasi.
"Kita sudah coba Gross Split di PHE ONWJ. Tujuannya juga untuk mengurangi waktu, sehingga akan ada efisiensi dalam proses bisnis. Kalau sekarang PSC Cost Recovery, itu proses pengadaannya, baik Chevron, Exxon, dan KKKS lainnya itu menggunakan yang sama dengan procurement pemerintah, nanti itu mandiri, dan ada insentif untuk TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri)," tuturnya. (hns/hns)











































