Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengatakan berapa besar penyerapan anggaran bukan indikator keberhasilan, melainkan pada kualitas barang dan jasa yang ditender kementeriannya.
"Kalau bisa ini bisa dilakukan seawal mungkin, bukan soal penyerapannya cepat atau tidak, tapi kualitas barang dan jasa yang dibeli bagus apa tidak, persiapannya bisa lebih baik. Kalau tanda tangan Juni atau Juli, masa pengerjaan sisa 5 atau 6 bulan, akhirnya berantakan," ujar Jonan di acara Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Tahap I Kementerian ESDM, Balai Kartini, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin semua eselon I ini bahas detail. Itu mur sama baut harganya berapa. Itu penting loh, kalau tidak bisa jawab saya suruh keluar. Ini penting, kenapa? Pengguna anggaran itu menteri, kalau ditanya Pak Presiden itu harga PLTS di NTT berapa harga satuannya? Outputnya berapa? Baterenya merek apa, daya tahan berapa? Harus bisa jawab," ucapnya.
Jonan mencontohkan, saat dirinya jadi Menteri Perhubungan, dirinya selalu ditanya Presiden berapa harga barang dari pengadaan saat kunjungan ke lokasi.
"Selama di Kementerian Perhubungan, saya selalu dampingi Pak Presiden mengunjungi lokasi, yang saya ingat itu peresmian terminal baru Bandara Wamena, beliau lihat-lihat dan tanya, harga bangunan per meter persegi berapa? Saya jawab Rp 13 juta per meter," kata Jonan.
"Presiden tanya kok murah? Saya jawab ya karena saya enggak pintar korupsi. Kalau sudah pintar mungkin mahal. Itu bangun Bandara Wamena hanya setahun, belum ada akses jalan dari manapun, tingginya 5 ribu mdpl, jadi semen besi diangkut pakai Hercules. Bisa lebih mahal itu harusnya," imbuhnya.
Bahkan, dirinya harus menjelaskan bahan paling detail. Seperti saat dirinya mendampingi Presiden ke proyek Kereta Bandara Minangkabau, Sumatera Barat.
"Pas pembangunan jalur rel kereta Padang ke bandara, ditanya ini harga bantalan rel berapa? Kalau orang enggak tahu sulit (jawab), saya jawab Rp 525 ribu satu bantalan. 2 minggu lagi kita ke proyek aktivasi kereta Binjai-Besitang panjangnya 80 km, ditanya lagi harga bantalan, saya jawab Rp 575 ribu," ujar Jonan.
"Presiden tanya lagi, kok harganya beda dengan di Padang. Ya ini belum ada pabriknya di sini, bantalan rel harus dikapalkan dari Jawa," ungkap Jonan lagi.
Hal tersebut yang menurut Jonan, juga harus diterapkan di Kementerian ESDM. Dirinya meminta semua pejabat KPA bisa mengetahui harga pasaran item yang ditenderkan.
"Kalau 3 kali ditanya enggak bisa jawab, harus ngulang lagi. 3 kali her-nya (mengulang). Kalau belum bisa jawab saya suruh keluar, menteri boleh enggak tahu 55%, kalau dirjen harus tahu 99%, tak perlu mengerti bisnisnya, tapi minimal mengerti harganya," tegas Jonan. (idr/hns)