Pembentukan holding dilakukan agar pembangunan infrastruktur jaringan gas bisa lebih efisien dan cepat, sehingga pada akhirnya bisa menekan harga gas di dalam negeri.
Kendati demikian, menurut Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf, pemerintah perlu membuat aturan agar setelah pembentukan holding ini tidak menimbulkan praktik persaingan tak sehat, lantaran selama ini keduanya adalah penguasa pasar penjualan gas pipa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia membandingkan penggabungan Pertagas dan PGN ini dengan pembentukan holding semen, dimana banyak pemain swasta besar yang juga bermain di industri semen, sehingga holding antara perusahaan semen BUMN perlu dilakukan.
"Ini bersinggungan, karena tidak banyak swasta besar yang bermain di (pipa) gas. Jadi holding BUMN membuat mereka dominan dan mengurangi kompetisi, karena pemain swasta besar di gas tidak banyak," ujar Syarkawi.
"Kalau sekarang kan mereka harus bersaing bangun jaringan gas, jadi kompetisinya tinggi. Kalau jadi holding, kompetisi semakin rendah, karena mereka nanti hanya operator yang menjalankan strategi yang disusun di holding. Buruknya di situ, apalagi pemainnya enggak banyak," tambahnya.
Diungkapkannya, ketimbang membentuk holding, jalan terbaik sebenarnya bisa dilakukan dengan open access.
"Kalau Pertagas bangun pipa, kemudian PGN bangun pipa juga kan crowded. Nah solusinya ya dengan open access, semua pelaku usaha bisa pakai pipa gasnya. Tapi kemudian muncul isu baru, broker-broker yang tidak punya infrastruktur gas. Nah ini yang perlu ada pengaturannya," pungkasnya. (idr/ang)











































