Alasannya, karena pihaknya masih menganalisa stabilitas dan kelayakan investasi apabila KK telah diubah menjadi IUPK. Namun demikian, ia mengaku tidak akan melanggar regulasi yang telah ditetapkan pemerintah yang tertuang dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 beserta turunannya tersebut.
"Posisi Freeport sekarang ini sedang meng-adjust (menyesuaikan) posisinya, pasca keluarnya PP yang baru. Freeport tidak bisa tidak, dia harus mengikuti law regulation prosedur di Indonesia. Tapi karena PP baru keluar, Freeport saat ini sedang mengadjust. Jadi sebelum itu establish, saya tidak bisa memberikan penjelasan apapun," kata Chappy saat ditemui usai memberikan Kuliah Umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok, Jumat (27/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya bagaimana IUPK kita mau, tapi kita harapkan ada semacam stabilitas investasi. Kita harapkan isinya sama dengan KK, karena itu jaminan investasi," tutur dia di lokasi yang sama.
Kepastian investasi jangka panjang diperlukan mengingat pemerintah mensyaratkan Freeport membangun smelter. Biaya smelter membutuhkan biaya investasi yang cukup besar sehingga membutuhkan kepastian bahwa investasi yang mereka keluarkan bisa kembali.
Kepastian itu bisa didapat bila pemerintah mau memperpanjang izin pertambangan Freeport di Papua saat saat kontraknya berubah menjadi IUPK.
"Karena untuk investasi besar, kan mereka perlu kepastian," tutur dia.
"Jadi kita sebenarnya mengharapkan pemerintah, dengan adanya semacam kepastian dalam bentuk stabilitas investasi. Jadi kita nyaman untuk meneruskan investasi. Investasi ini kan nantinya untuk kelanjutan operasi untuk bangun smelter, dan sebagainya," pungkasnya.
Seperti diketahui, pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan PP Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 (Permen ESDM 5/2017), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 (Permen ESDM 6/2017).
Peraturan-peraturan baru tersebut diterbitkan agar hilirisasi mineral dapat tetap berjalan tanpa merugikan perusahaan-perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK), perekonomian di daerah pun tak terganggu. (dna/dna)