"Pada prinsipnya kita memberikan kesempatan impor untuk menurunkan harga dalam negeri. Berarti harus lebih murah dari LNG (Liquified Natural Gas) dalam negeri untuk mendapat izin impor," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, melalui pesan singkat kepada detikFinance, Selasa (31/1/2017).
Tapi bisakah gas impor sampai di industri dalam negeri dengan harga di bawah US$ 6/MMBtu?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan Indonesian Crude Price (ICP) sekitar US$ 50/barel, rata-rata harga LNG di Indonesia saat ini sekitar US$ 5,5/MMBtu. Harga LNG domestik menggunakan formulasi 11% x ICP, naik turun sesuai ICP. Ditambah dengan biaya pengiriman dengan kapal, landed price (harga sampai di pelabuhan) LNG domestik sekitar US$ 6/MMBtu.
"Untuk LNG domestik kita ada formula harga untuk LNG, tergantung ICP, yaitu 11% dari ICP. Ditambah dengan ongkos pengapalan," papar Wirat.
Semakin jauh lokasi kilang LNG, tentu biaya pengapalan semakin mahal. Biaya pengapalan LNG dari luar negeri tentu lebih mahal dari dalam negeri. Meski harga LNG impor saat di kilangnya lebih murah dibanding LNG domestik, landed price-nya saat tiba di Indonesia bisa lebih mahal dari LNG domestik karena tingginya ongkos pengiriman.
"Itu harus dihitung, apalagi kalau dari Australia, Qatar, Eropa. Enggak jauh beda sama LNG domestik, bisa jadi lebih mahal," tuturnya.
Harga LNG dunia juga berpatokan pada harga minyak. Dengan harga minyak yang sekarang sudah bertengger di atas US$ 50/barel, sulit mendapatkan LNG murah seperti awal tahun 2016 lalu.
"Sekarang minyak sudah di atas US$ 50/barel," ucap Wirat.
Kalaupun landed price LNG impor bisa di bawah US$ 6/MMBtu saat tiba di Indonesia, harganya masih harus ditambah juga dengan ongkos regasifikasi, tarif pipa transmisi, dan tarif distribusi. Gas US$ 6/MMBtu untuk industri sulit terealisasi. (mca/ang)











































