Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) meminta pemerintah menghentikan izin ekspor mineral mentah. Menurut AP3I, aturan baru ini melanggar Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mendorong hilirisasi di dalam negeri.
Harusnya pemerintah konsisten dengan pelarangan ekspor mineral mentah. Dengan adanya PP No 1/2017 ini, pengusaha yang telah membangun smelter merasa dikecewakan karena tidak ada kepastian hukum akibat seringnya pemerintah mengubah kebijakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, diizinkannya ekspor dalam bentuk mentah ini membuat harga jual produk nikel yang telah dimurnikan atau Nikel Pig Iron jatuh. Sebab, mineral mentah yang dieskpor menambah pasokan dunia, sehingga menyebabkan harga nikel melemah.
Ia mengatakan, sebelum adanya PP nomor 1/2017 sekitar bulan November 2016 harga nikel di London Metal Exchange (LME) US$ 11.700/ton. Akan tetapi setelah dikeluarkannya PP 1/2017 harga nikel dunia turun hingga menjadi US$ 9.000/ ton.
"Gonjang-ganjing hiruk pikuk di Indonesia sudah langsung berpengaruh ke harga dunia. Hiruk pikuk itu menunjukan mau ekspor lagi tanah (mentah), tanah ini dibeli oleh Cina dan Jepang, dia yang untung dan kita yang rugi. Pemerintah itu dapat royalti dari harga tanah yang murah," ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar pemerintah tidak lagi mengizinkan ekspor dalam bentuk mentah. Jonatan meminta ekspor harus sudah dimurnikan karena menyebabkan harga nikel yang telah dimurnikan turun sehingga merugikan perusahaan yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, ini bisa berdampak pada minat investor lain untuk membangun smelter
"Ini saya rugi dengan harga yang turun sekarang. Semua (investor) tidak ada yang mau investasi lagi, pasti takut sama Indonesia ternyata negaranya tidak komit dengan UU. Regulasi yang ada dilanggar," tutupnya. (mca/mca)