"Ini untuk menjamin pasokan gas pipa dan LNG (Liquified Natural Gas/gas alam cair) pada harga yang wajar. Permen ini akan memberi opsi-opsi supaya harga gas buat kelistrikan wajar," kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Salah satu opsi yang diberikan pada PLN dan IPP untuk mendapatkan gas murah adalah melalui impor. Tapi LNG yang diimpor dibatasi harganya maksimal 11,5% dari Indonesian Crude Price (ICP) saat tiba di pelabuhan Indonesia (landed price).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dihitung dengan ICP saat ini yang berkisar di US$ 50/barel, maka landed price LNG yang diimpor PLN dan IPP tak boleh lebih dari US$ 5,75/MMBtu.
"Kita menghitung bahwa 11,5% ICP kalau sekarang kan 5,75/MMBtu," katanya.
Ditambah biaya regasifikasi, menurut perhitungan Jarman, sampai di pembangkit harga gas hanya sekitar US$ 6,5/MMBtu, masih di bawah rata-rata harga gas domestik yang dibeli PLN dan IPP.
Harga US$ 6,5/MMBtu itu bisa diperoleh jika gas dialirkan langsung dari kapal Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) ke pembangkit listrik tanpa melalui pipa-pipa transmisi dan distribusi.
Lokasi pembangkit gas harus benar-benar dekat dengan FSRU, seperti pembangkit di Tanjung Benoa. "Ongkos regasifikasi di bawah US$ 1/MMBtu, masih sekitar US$ 6,5/MMBtu sampai di pembangkit. Enggak pakai pipa lagi. Begitu diregasifikasi langsung dipakai PLN atau IPP. Di situ efisiensinya. Sekarang gas pipa di hulunya saja ada yang harganya sudah sampai US$ 8/MMBtu," Jarman menuturkan.
Harga gas dari dalam negeri juga dibatasi sebesar 11,5% ICP sampai di PLTG. Bila PLN dan IPP tak bisa mendapatkan gas dengan harga lebih rendah dari itu, barulah mereka diizinkan memakai gas mahal.
"Kalau sudah cari ke mana-mana, lokal dan impor mahal, PLN dan IPP boleh pakai gas yang harganya di atas 11,5% ICP," pungkasnya. (mca/ang)











































