Belum Dapat Izin Ekspor, Freeport akan Pangkas Produksi Hingga 60%

Belum Dapat Izin Ekspor, Freeport akan Pangkas Produksi Hingga 60%

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 09 Feb 2017 13:04 WIB
Belum Dapat Izin Ekspor, Freeport akan Pangkas Produksi Hingga 60%
Foto: Istimewa/Puspa Perwitasari
Jakarta - Pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2016 (Permen ESDM 5/2016), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 (Permen ESDM 6/2016).

Peraturan-peraturan baru tersebut diterbitkan agar hilirisasi mineral dapat tetap berjalan tanpa merugikan perusahaan-perusahaan tambang pemegang KK, perekonomian di daerah penghasil tambang pun tak terganggu.

Berdasarkan PP 1/2017, para pemegang KK harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat. Bila tak mau mengganti KK-nya menjadi IUPK, mereka tak bisa mengekspor konsentrat. Prosedur untuk mengubah KK menjadi IUPK diatur dalam Permen ESDM 5/2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merespons beleid baru tersebut, PT Freeport Indonesia menyatakan bersedia mengubah KK mereka menjadi IUPK. Freeport telah mengajukan permohonan perubahan bentuk pengusahaan menjadi IUPK Operasi Produksi sekaligus pengakhiran KK kepada Menteri ESDM.

Tetapi, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu meminta stabilitas dan kepastian hukum dari pemerintah apabila KK telah diubah menjadi IUPK. Jangan ada aturan-aturan fiskal dan perpajakan baru di kemudian hari yang membuat Freeport terbebani sehingga mengurangi keekonomian usaha pertambangan.

Permintaan itu sulit dipenuhi oleh pemerintah. Akibatnya sampai sekarang IUPK dan izin ekspor konsentrat belum diberikan kepada Freeport.

VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan kegiatan operasi Freeport dapat terganggu karena belum bisa mengekspor konsentrat. Kapasitas penyimpanan bijih mineral Freeport terbatas.

Kalau stok sudah terlalu banyak, maka produksi harus dipangkas. Ada rencana untuk mengurangi produksi hingga 60% dalam waktu dekat ini. Sebab, hanya 40% produksi Freeport yang masih bisa diekspor setelah dimurnikan di smelter milik PT Smelting Gresik.

"Tertundanya ekspor konsentrat tembaga akan mengakibatkan PT Freeport Indonesia mengambil tindakan dalam waktu dekat untuk mengurangi produksi agar sesuai kapasitas domestik yang tersedia di PT Smelting, yang memurnikan sekitar 40% dari produksi konsentrat kami," kata Riza melalui pesan singkat kepada detikFinance, Kamis (9/2/2017).

Karena itu, pihaknya meminta pemerintah Indonesia segera memberikan izin ekspor konsentrat. Pemangkasan produksi akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja, perekonomian di daerah penghasil tambang, dan sebagainya. (mca/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads