Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) harus mengubah status kontraknya menjadi IUPK agar dapat mengekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tapi belum sampai tahap pemurnian).
Namun, Freeport belum mau menerima IUPK yang diberikan pemerintah. Sebab, IUPK yang diterbitkan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi Freeport di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan KK yang sifatnya naildown, pajak dan royalti yang dibayar besarnya tetap, tidak akan ada perubahan hingga masa kontrak berakhir. Freeport keberatan dengan IUPK yang sifatnya prevailing karena khawatir dibebani pajak-pajak dan pungutan baru di kemudian hari.
"Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, PT Freeport Indonesia akan mengubah KK menjadi IUPK dengan syarat IUPK disertai dengan suatu perjanjian stabilitas investasi dengan tingkat kepastian fiskal dan hukum yang sama dengan KK. Persyaratan ini diperlukan dan sangat penting untuk rencana investasi jangka panjang PT Freeport Indonesia," kata VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, melalui pesan singkat kepada detikFinance, Senin (13/2/2017).
Dengan demikian, Freeport masih mempertahankan KK yang dipegangnya. Ekspor konsentrat pun belum dapat dilakukan oleh Freeport.
"Sampai saat ini belum ada kesepakatan. Ekspor tetap dilarang sebagai akibat dari peraturan-peraturan yang diterbitkan di Januari 2017, yang bertentangan dengan hak-hak PT Freeport Indonesia dalam kontrak dengan pemerintah yang mengikat secara hukum," papar Riza.
Freeport masih terus mencari titik temu dengan pemerintah. "PT Freeport Indonesia akan terus bekerja sama dengan pemerintah untuk mencapai kesepakatan yang saling memberikan manfaat bagi kedua belah pihak," tutupnya. (mca/mkj)