Seperti diketahui, pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2016 (Permen ESDM 5/2016), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 (Permen ESDM 6/2016).
Berdasarkan PP 1/2017, para pemegang Kontrak Karya (KK) harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat. Bila tak mau mengganti KK-nya menjadi IUPK, mereka tak bisa mengekspor konsentrat. Prosedur untuk mengubah KK menjadi IUPK diatur dalam Permen ESDM 5/2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menyatakan gangguan terhadap kegiatan produksi Freeport merugikan negara. Sebab, negara kehilangan pemasukan dari pajak dan royalti bila Freeport tak bisa mengekspor dan memproduksi konsentrat.
Masalah ini harus segera diselesaikan agar tidak berdampak negatif pada penerimaan negara, perekonomian di daerah penghasil tambang, para pekerja tambang Freeport, dan juga pihak Freeport.
"Namanya enggak ekspor ya jelas berdampak ke penerimaan negara. Tunggu sebentar, diharapkan masalah segera selesai, moga-moga (Freeport) bisa segera ekspor (konsentrat)," kata Bambang saat ditemui di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Selasa (14/2/2017).
Terkait keberatan Freeport terhadap Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi dari pemerintah, masih akan dibahas lagi agar ada titik temu. "Semoga minggu depan Freeport sudah bisa ekspor," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengaku sudah menerima laporan terkait adanya pemogokan pekerja di smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) milik PT Smelting Gresik yang biasanya menyerap 40% produksi konsentrat dari Tambang Grasberg.
Mogok kerja ini terjadi sejak 19 Januari 2017 karena masalah Perjanjian Kerja Sama antara pemilik smelter dengan karyawan. Freeport memiliki 25% saham di PT Smelting Gresik, selaku pengelola smelter di Gresik. Sisanya dimiliki oleh Mitsubishi.
Namun pemerintah belum mengambil langkah apapun untuk menyelesaikan masalah ini. "Sudah ada laporan. Kalau itu kan masalah operasional. Biasa saja," tutup Airlangga. (mca/wdl)