SKK Migas: Harga Gas Domestik Pasti Lebih Murah dari Impor

SKK Migas: Harga Gas Domestik Pasti Lebih Murah dari Impor

Michael Agustinus - detikFinance
Selasa, 14 Feb 2017 16:52 WIB
Foto: Pool
Jakarta - Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas untuk Pembangkit Listrik. Beleid ini bertujuan untuk membantu PLN dan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) mendapatkan gas murah, sehingga biaya bahan bakar untuk pembangkit listrik bisa makin efisien.

Salah satu opsi yang diberikan pada PLN dan IPP untuk mendapatkan harga murah adalah melalui impor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG). Tapi LNG yang diimpor dibatasi harganya, maksimal 11,5% dari Indonesian Crude Price (ICP) saat tiba di pelabuhan Indonesia (landed price).

Selain untuk kelistrikan, rencananya impor LNG juga akan dibuka untuk industri. Tujuannya untuk menurunkan harga gas industri yang rata-rata US$ 8-10/MMBtu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah LNG impor harganya lebih murah dibanding pasokan dari dalam negeri?

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjelaskan, harga LNG di Indonesia berbeda-beda tergantung sumber gasnya. Harga gas ditetapkan berdasarkan keekonomian lapangan.

Semakin sulit kondisi lapangannya, misalnya berada di laut dalam, lokasinya terpencil, maka harga gasnya akan semakin mahal. Tapi secara rata-rata harga LNG dari dalam negeri masih kompetitif, lebih murah dibanding gas impor.

"Harga gas tergantung masing-masing kontraknya. Yang jelas lebih rendah dibanding impor," kata Taslim, dalam diskusi di Penang Bistro, Jakarta, Selasa (14/2/2017).

Batas maksimal harga gas impor dalam Permen ESDM 11/2017 adalah 11,5% dari ICP. Dengan harga minyak sekarang di kisaran US$ 50/barel, maka batas atas harga LNG impor setara dengan US$ 5,75/MMBtu. Menurut Taslim, masih banyak LNG dari dalam negeri yang harganya (landed price) di bawah itu. "LNG lokal ada yg di bawah itu," tandasnya.

Ia menambahkan, gas domestik yang dialirkan lewat pipa dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) juga masih tergolong murah, harganya di hulu rata-rata di bawah US$ 6/MMBtu. "Rata-rata harga gas pipa kita di bawah US$ 6/MMBtu (di hulu). Kecuali yang dari Blok Grissik ke Singapura, itu sekitar US$ 9/MMBtu. Itu gas pipa paling mahal di dunia," ujar Taslim.

Dari sisi ketersediaan, suplai dari dalam negeri juga masih sangat mencukupi, tidak perlu tambahan dari impor. SKK Migas terus meningkatkan alokasi gas untuk domestik. Tahun ini 70% produksi gas dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri, hanya 30% yang diekspor.

Jumlah gas yang dialokasikan untuk domestik melebihi kebutuhan. Buktinya, tak semua yang dialokasikan itu dapat diserap oleh pasar domestik. Pada 2016 lalu, ada beberapa kargo LNG yang terpaksa dijual ke pasar spot karena tak terserap oleh industri maupun PLN.

"Hampir 70% dari total produksi gas pada 2017 untuk domestik, 2016 sekitar 65%. Ada beberapa kargo LNG yang harus dilempar ke pasar spot, enggak sampai 10 (kargo). Secara keseluruhan memang sudah banyak diambil domestik, apalagi dengan adanya proyek 35.000 MW," pungkasnya. (mca/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads