Tapi angka 3,6 miliar barel adalah cadangan terbukti (proven reserve) yang berstatus P1, belum termasuk potensi cadangan yang belum terbukti (P2).
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, Indonesia memiliki hampir 100 cekungan (basin) yang menyimpan cadangan minyak. 28 cekungan di antaranya sudah dieksplorasi dan memproduksi minyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Ini Wilayah Cadangan Minyak RI yang Masih 'Perawan'
70 cekungan ini lokasinya tersebar di perairan Sumatera bagian timur, selatan Pulau Jawa, Laut Natuna, daratan Kalimantan Utara, perairan Sulawesi, perairan Maluku, pedalaman Papua, dan perairan Papua. Tiap cekungan dapat terdiri dari beberapa lapangan minyak.
Cadangan-cadangan minyak yang belum tersentuh hampir semuanya berada di wilayah yang sulit dijangkau. Risiko kegagalan eksplorasi tinggi, butuh biaya besar juga untuk pengeborannya.
Perlu kebijakan-kebijakan khusus untuk membuat cadangan-cadangan minyak yang masih perawan ini dijamah investor. Salah satu caranya dengan memperkuat data cadangan melalui survei dan pemboran awal.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan agar pemerintah melakukan survei seismik awal dan 1 pemboran di wilayah-wilayah yang memiliki potensi cadangan.
Baca juga: Ada 3,8 Miliar Barel Minyak di Laut RI, Kok Tidak Dilirik Investor?
Dengan data yang lebih akurat, potensi cadangan minyak lebih jelas sehingga dapat mengurangi risiko kegagalan eksplorasi. Investor tentu akan lebih tertarik, eksplorasi yang mereka lakukan jadi lebih mudah dan lebih murah biayanya.
"Harusnya dari sekarang sudah ada studi basin. Yang jadi masalah adalah kekurangan data seismik sama 1 pemboran, selama ini kurang di kita. Susah kalau mengandalkan investor saja yang ambil data, harus ada survei awal dulu. Jadi ketika ditawarkan ke investor sudah lebih jelas potensinya," kata Kepala Divisi Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus, dalam diskusi di Penang Bistro, Jakarta, Selasa (14/2/2017).
Cara ini sudah dilakukan oleh Malaysia. Negeri Jiran itu telah melakukan survei seismik 3 dimensi (3D) di wilayah-wilayah kerja migas yang ditawarkan kepada investor. Hasilnya, blok migas mereka jadi lebih menarik.
"Malaysia sudah survei seismik 3D ketika wilayah kerja (WK) migas ditawarkan ke investor. Jadi punya bargain tinggi, orang enggak menilai rendah. Dari data cadangan yang lebih akurat saja sudah meningkatkan value dari WK itu," tutur Taslim.
Survei dan pemboran pendahuluan memang menambah pengeluaran negara. Risiko kegagalan eksplorasi untuk investor berkurang, tapi bebannya beralih ke negara.
Ada kerugian yang harus ditanggung negara, tapi di sisi lain ada potensi keuntungan juga jika investor tertarik dan berhasil menemukan cadangan minyak baru. Risiko besar, tapi hasil yang didapat bisa lebih besar.
"Harus berani ambil risiko untuk survei seismik plus pemboran pertama. Pasti penawaran WK jadi lebih menarik," tutupnya. (mca/hns)











































