Setop Produksi, Ini Kata Bos Besar Soal Nasib Freeport

Setop Produksi, Ini Kata Bos Besar Soal Nasib Freeport

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 20 Feb 2017 14:58 WIB
Setop Produksi, Ini Kata Bos Besar Soal Nasib Freeport
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Kegiatan operasi Freeport di Tambang Grasberg sudah mulai terganggu, karena belum bisa mengekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum sampai tahap pemurnian) tembaga. Kapasitas penyimpanan terbatas, stok konsentrat sudah terlalu banyak.

Kondisi ini diperparah dengan adanya pemogokan pekerja di smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) milik PT Smelting Gresik, yang biasanya menyerap 40% produksi konsentrat dari Tambang Grasberg.

Mogok kerja ini terjadi sejak 19 Januari 2017 karena masalah Perjanjian Kerja Sama antara pemilik smelter dengan karyawan. Freeport memiliki 25% saham di PT Smelting Gresik, selaku pengelola smelter di Gresik. Sisanya dimiliki oleh Mitsubishi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terpaksa produksi konsentrat dihentikan sejak Jumat, 10 Februari 2017 lalu. Kegiatan operasi di Tambang Grasberg kini benar-benar berhenti.

"Kami tidak bisa ekspor sejak 12 Januari 2017, bersama dengan itu juga PT Smelting Gresik tidak beroperasi karena ada pemogokan karyawan. Jadi kita tidak bisa menghasilkan produk konsentrat untuk dipasarkan. Konsekuensinya, kami akan mengurangi atau menutup operasi kami, karena kami tidak mempunyai lagi tempat untuk menyimpan dan tidak bisa mengekspor konsentrat. Kami tidak bisa menghasilkan produk yang tidak bisa kami jual. Kami berharap segera mendapatkan jalan keluar," kata President and CEO Freeport McMoRan Inc, Richard C Adkerson, dalam konferensi pers di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Dampaknya, Freeport akan melakukan efisiensi, memangkas biaya-biaya, termasuk di antaranya mengurangi pekerja.

"Jika tidak ada jalan keluar, terpaksa kami mengurangi biaya-biaya kami. Ini sesuatu yang tidak kami inginkan, tapi terpaksa kami mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan. Sangat penting untuk menjaga operasi kita," tuturnya.

"Yang kami tidak inginkan adalah mengurangi pengeluaran kapital kita sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, harus mengurangi biaya-biaya operasi US$ 2 miliar per tahun dengan entitas bisnis di Indonesia, baik di Papua maupun di seluruh Indonesia. Itu menjadi keseluruhan daripada rencana finansial perusahaan. Saya benar-benar berharap kita mendapatkan jalan keluar," tutup Richard.

Sebagai informasi, menurut data per 31 Desember 2015, PT Freeport Indonesia menyerap tenaga kerja sebanyak 32.416, terdiri dari pekerja langsung PT Freeport Indonesia dan pekerja dari perusahaan-perusahaan kontraktor yang disewa Freeport. Dari 32.416 pekerja itu, 12.085 di antaranya adalah pekerja langsung alias karyawan PT Freeport Indonesia. (mca/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads