Negosiasi Freeport Buntu, HIPMI: Pemerintah Tidak Salah!

Negosiasi Freeport Buntu, HIPMI: Pemerintah Tidak Salah!

Yulida Medistiara - detikFinance
Senin, 20 Feb 2017 20:35 WIB
Foto: Istimewa/Puspa Perwitasari
Jakarta - PT Freeport Indonesia dan pemerintah sedang bersengketa, terutama soal syarat perubahan status Kontrak Karya (KK) Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bila ingin mengekspor konsentrat (tambang setengah jadi). Pemerintah tidak salah dalam masalah ini.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Bahlil Lahadalia, ditemui di Menara Bidakara II, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2017).

"Pemerintah tidak salah, pemerintah menjalankan UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba, di mana wajib membangun smelter. Memang Freeport sendiri belum membuat smelter dari awal, ini sudah wanprestasi," kata Bahlil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian kedua, pemerintah juga tidak bisa disalahkan terkait syarat perubahan KK menjadi IUPK. Sekarang ini, lanjut Bahlil, tinggal dicari jalan keluar yang tidak merugikan kedua belah pihak. Freeport menolak IUPK salah satunya adalah karena aturan pajak yang tidak pasti dan bisa berubah. Sedangkan di KK, Freeport mendapatkan kepastian soal pajak yang tidak bisa berubah.



"Ini persoalannya di pajak. Kalau KK dia memakai pajak lama. Ya negara dirugikan dong. Masa harga emas naik terus, kita dikenakan pajak bahela, yang benar saja," kata Bahlil.

"Menurut saya harus ada jalan tengah, antara pemerintah dengan Freeport. Kita support pemerintah dalam konteks ini. Tetapi pemerintah juga harus buat jalan keluar yang bijak untuk Freeport tetap eksis selama itu saling menguntungkan," imbuh Bahlil.

Soal ancaman Freeport membawa kasus ini ke arbitrase, Bahlil mengatakan, pemerintah harus menerima risiko itu karena memang ingin mempertahankan Undang-Undang.

Kemudian terkait ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), Bahlil mengatakan tidak ada yang luar biasa dari hal itu. Sebab dulu ketika larangan ekspor mineral mentah diterbitkan, banyak pengusaha tambang yang hampir kolaps. "Tapi kami tidak ribut, kami hormati aturan. Saya termasuk yang hampir kolaps karena sewa alat besar kala itu. Kalau Freeport mengancam PHK, biasa-biasa saja. Ada pengusaha yang cinta negara dan tidak cinta negara," papar Bahlil.

"Tetapi alangkah baiknya negara membuat win-win solution, negara mendapat hal yang positif, Freeport juga dapat hal positif, jangan kita juga rugikan Freeport. Harus win-win," tutupnya. (wdl/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads