Kebijakan-kebijakan pemerintah seperti ketentuan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), dan sebagainya dinilai bertentangan dengan isi KK.
Freeport berpandangan, posisi mereka dengan pemerintah dalam KK sejajar, maka pemerintah tidak boleh membuat Undang Undang atau aturan-aturan yang bertentangan dengan KK. Jika ada aturan yang bertentangan dengan isi KK, Freeport merasa tak wajib untuk mengikutinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ancaman Freeport (menggugat ke Arbitrase) tersebut merupakan bentuk arogansi, karena Freeport merasa sejajar dengan pemerintah Republik Indonesia. Ini disebabkan karena KK mendudukkan pemerintah sejajar dengan Freeport. Secara hukum ini janggal. Apakah mungkin di era saat ini sebuah negara yang berdaulat dengan jumlah penduduk 250 juta diposisikan sejajar dengan pelaku usaha? Freeport telah salah memposisikan pemerintah Indonesia secara sejajar mengingat kedudukan pemerintah ada dalam dua dimensi," kata Hikmahanto kepada detikFinance, Selasa (21/2/2017).
Ia menjelaskan, ada dua dimensi kedudukan pemerintah dalam KK. Pertama adalah pemerintah sebagai subyek hukum perdata yang berkontrak dengan Freeport. Dalam posisi ini, pemerintah memang sejajar dengan Freeport.
"Dimensi pertama adalah pemerintah sebagai subyek hukum perdata. Pemerintah kerap memiliki posisi subyek hukum perdata dalam kegiatannya seperti melakukan pengadaan barang dan jasa. Sebagai subyek hukum perdata maka kedudukan pemerintah memang sejajar dengan pelaku usaha," ujarnya.
Tapi ada dimensi lain, yaitu pemerintah sebagai subyek hukum publik. Di sini, pemerintah adalah pembuat aturan yang berada di atas pelaku usaha seperti Freeport. Pemerintah memiliki kekuasaan untuk menegakkan aturan yang dibuatnya, termasuk memaksa pelaku usaha menaatinya.
"Ada dimensi lain dari pemerintah yaitu sebagai subyek hukum publik. Sebagai subyek hukum publik maka posisi pemerintah berada di atas pelaku usaha dan rakyat. Fiksi hukum yang berlaku adalah ketika pemerintah membuat aturan maka semua orang dianggap tahu. Pemerintah memaksakan aturan untuk diberlakukan dengan penegakan hukum," paparnya.
Bila rakyat atau pelaku usaha keberatan dengan aturan yang dibuat pemerintah, maka mereka dapat memanfaatkan proses uji materi baik di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA).
"Dua dimensi ini yang dinafikan oleh Freeport melalui Kontrak Karya, di mana pemerintah seolah hanya merupakan subyek hukum perdata. Tidak heran bila Freeport hendak membelenggu kedaulatan hukum negara Indonesia dengan Kontrak Karya. Bila demikian apa bedanya Freeport dengan VOC di zaman Belanda?" ucapnya.
Ia menambahkan, pemerintah sebagai pihak yang berkontrak dengan Freeport juga harus tunduk pada aturan-aturan perundangan yang dibuatnya sendiri. "Perlu dipahami pemerintah sebagai subyek hukum perdata tetap harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah sebagai subyek hukum publik," ia menerangkan.
Maka pemerintah tak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU ini mewajibkan semua pemegang KK untuk melakukan pemurnian mineral dalam 5 tahun sejak UU diundangkan, alias 2014. Freeport sudah menikmati relaksasi yang diberikan pemerintah selama 3 tahun lewat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, tapi tak juga membangun smelter.
Kalau pemerintah memberikan izin ekspor konsentrat kepada Freeport, akan terjadi pelanggaran terhadap UU Minerba. Ingat, pemerintah sebagai subyek hukum perdata juga terikat pada aturan yang dibuatnya sendiri sebagai subyek hukum publik.
Selain itu, KK tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Pasal 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan, perjanjian akan terlarang bila bertentangan dengan hukum. Artinya, Freeport tak bisa mangkir dari UU Minerba dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya dengan dalih isi KK berbeda.
Jika KK tidak mewajibkan Freeport melakukan pemurnian mineral, tapi UU Minerba mewajibkannya, yang harus dipegang adalah ketentuan UU Minerba.
"Kontrak Karya tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1337 KUHPerdata di mana disebutkan perjanjian akan terlarang bila bertentangan dengan hukum," pungkasnya. (mca/wdl)