Sebagai perusahaan tambang yang besar, tentu banyak yang melirik saham Freeport Indonesia. Namun salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yakni PT Astra Internasional Tbk (ASII) mengaku tidak tertarik dengan saham Freeport. Sebab perusahaan tersebut sering kali berpolemik.
"Kita enggak tertarik, kita belum pikir melakukan atau mulai diskusi divestasi saham Freepot. Itu karena (polemik) Kontrak Karya atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) sendiri masih jadi perdebatan panjang baik dari pemerintah dan Freeport," kata Direktur Astra Internasional Gidion Hasan di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (24/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IUPK sendiri bukan kontrak, dan posisi pemerintah sebagai pemberi izin jadi lebih kuat daripada korporasi sebagai pemegang izin. Sedangkan KK memposisikan pemerintah dan Freeport sebagai 2 pihak yang berkontrak dengan posisi setara. Ini adalah langkah pemerintah untuk memperkuat penguasan negara terhadap kekayaan alam.
Tapi Freeport tak mau begitu saja mengubah KK-nya menjadi IUPK. Sebab, IUPK dinilai tak memberikan kepastian, pajaknya bisa berubah mengikuti aturan perpajakan yang berlaku (prevailing), tak seperti KK yang pajaknya tak akan berubah hingga masa kontrak berakhir (naildown).
Pada 17 Februari 2017 lalu, Freeport Indonesia sudah bertemu dengan Pemerintah untuk memberikan poin-poin keberatan. Kedua pihak ini pun memiliki waktu 120 hari sejak keesokan harinya untuk mencari win-win solution. Namun jika tidak mencapai titik temu, Freeport akan mengambil jalan Abritase.
Atas polemik berkepanjangan itulah yang membuat Astra International tidak mau menyentuh saham Freeport. Meskipun Astra International kini fokus menggarap lini bisnis lainnya di luar otomotif.
"Jadi belum ada ketertarikan kami ikut terlibat," tegasnya. (mkj/mkj)











































