Kapan Pemerintah dan Freeport Kembali Berunding? Ini Kata ESDM

Kapan Pemerintah dan Freeport Kembali Berunding? Ini Kata ESDM

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 27 Feb 2017 16:18 WIB
Kapan Pemerintah dan Freeport Kembali Berunding? Ini Kata ESDM
Foto: Istimewa/Puspa Perwitasari
Jakarta - Hubungan PT Freeport Indonesia dan pemerintah memanas. Freeport mengancam menggugat pemerintah ke arbitrase internasional karena merasa hak-haknya dalam Kontrak Karya (KK) dilanggar.

Pangkal masalahnya bermula pada 10 Februari 2017, pemerintah menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport sebagai pengganti Kontrak Karya (KK). Jika tak mau menerima IUPK, Freeport tak bisa mengekspor konsentrat tembaga, sehingga kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg terganggu.

IUPK bukan kontrak, posisi pemerintah sebagai pemberi izin jadi lebih kuat daripada korporasi sebagai pemegang izin. Sedangkan KK memposisikan pemerintah dan Freeport sebagai 2 pihak yang berkontrak dengan posisi setara. Pengalihan dari KK ke IUPK merupakan langkah pemerintah memperkuat penguasaan negara terhadap kekayaan alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Bos Besar Freeport Ancam Gugat Pemerintah RI ke Arbitrase

Di sisi lain, Freeport membutuhkan kepastian dan stabilitas untuk investasi jangka panjangnya di Tambang Grasberg, Papua. Sedangkan pemerintah menginginkan kendali yang lebih kuat atas kekayaan sumber daya mineral.

Persoalan ini membuat Freeport menghentikan kegiatan produksinya sejak 10 Februari 2017 lalu. Para pekerja tambang Freeport di Mimika, Papua, yang berjumlah puluhan ribu sudah dirumahkan.

Perusahaan tambang yang berpusat di Arizona, Amerika Serikat (AS) tak mau begitu saja mengubah KK-nya menjadi IUPK. Sebab, IUPK dinilai tak memberikan kepastian, pajaknya bisa berubah mengikuti aturan perpajakan yang berlaku (prevailing), tak seperti KK yang pajaknya tak akan berubah hingga masa kontrak berakhir (naildown).
Selain itu, pemegang IUPK juga diwajibkan melakukan divestasi hingga 51%. Freeport keberatan melepas saham hingga 51% karena itu berarti kendali atas perusahaan bukan di tangan mereka lagi, saham mayoritas dipegang pihak lain.

Baca juga: Freeport Ancam Gugat ke Arbitrase, Jonan: Pemerintah Juga Bisa


Freeport dan pemerintah masih punya waktu selama 120 hari sejak 18 Februari 2017 untuk mencari win-win solution. Jika tak tercapai titik temu, Freeport dapat mengambil jalan Arbitrase.

Meski tinggal punya waktu kurang dari 3 bulan, pemerintah dan Freeport belum kembali duduk di meja perundingan sejak 18 Februari 2017 lalu. Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan pemerintah maupun Freeport masih menyusun posisi masing-masing.

"Belum ada negosiasi lagi, kami masih menyusun apa yang menjadi posisi masing-masing," kata Bambang saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Baca juga: Jokowi: Kalau Freeport Sulit Berunding, Saya Akan Bersikap

Bambang menambahkan memang ada pertemuan-pertemuan antara pihaknya dengan Freeport, tapi belum ada negosiasi untuk mendapatkan solusi bersama.

"Pertemuan ada, tapi baru menyusun posisi masing-masing," ujarnya.

Sampai detik ini, titik temu antara Freeport dan pemerintah masih belum terlihat. "Belum sampai," kata Bambang.
(mca/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads