Selama ini, bahan baku surimi yaitu ikan rucah ditangkap memakai cantrang atau pukat tarik. Penggunaan cantrang akan mengakibatkan multiplier effect yang membuat salah satu mata rantai ekosistem di laut rusak, sehingga bisa merusak ekosistem laut secara keseluruhan sehingga bisa menghambat industri yang lain untuk tumbuh.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Kelompok Industri Surimi, Agus Amin Thohari menginginkan adanya kajian yang benar dari pernyataan tersebut. Ia meminta dibentuknya tim independen dari pemerintah untuk mencari kajian ilmiah dan terukur terkait larangan alat tangkap yang dilarang dalam Permen KP No. 2/2015 dan Permen KP No. 71/2016, apakah benar semua alat tangkap yang dilarang tersebut merusak lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mengusulkan agar pemerintah segera membentuk tim independen yang beranggotakan wakil dari pemerintah, akademisi dan nelayan untuk mengkaji berbagai alat tangkap pukat hela dan pukat tarik (termasuk cantrang) yang dilarang," katanya dalam keterangan resmi kepada detikFinance di Jakarta, Senin (27/2/2017).
Ia membantah, ikan rucah yang dijadikan sumber makanan ikan besar, sehingga bisa merusak mata rantai ekosistem laut kurang tepat. Selain itu, ditutupnya industri-industri Surimi dikhawatirkan menjadi preseden yang buruk bagi calon investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.
"Secara akademis dalam jaring makanan, tidak dikenal istilah ikan rucah dimakan ikan besar seperti Cakalang karena habitatnya berbeda. Ikan rucah merujuk kepada bycatch atau ikan yang harganya murah tidak ada kaitan sama sekali dengan jaring makanan," ujarnya.
"Dengan demikian, tidaklah benar pernyataan yang menyatakan bahwa penangkapan ikan-ikan bahan baku industri surimi akan mengorbankan sustainability ribuan hektar laut dan masa depan jutaan nelayan," tambahnya.
Nasib industri Surimi yang akan dibiarkan selesai juga dikhawatirkan mengorbankan banyak orang, karena industri surimi memperkerjakan sekitar 10 ribu karyawan yang terutama bekerja untuk sortasi dan memotong kepala ikan.
"Ikan hasil tangkapan cantrang yang menjadi bahan baku Industri surimi sekitar 40% dari total suplai Ikan. Sekitar 60% dimanfaatkan oleh ratusan UKM yang melibatkan berpuluh ribu tenaga kerja yang memproses ikan tersebut menjadi berbagai jenis produk seperti bakso ikan, nugget ikan, otak-otak, empek-empek, siomay, kerupuk ikan dan lain-lain," ucapnya.
"Diperkirakan perdagangan lokal olahan ikan UKM tersebut per tahun bernilai sekitar Rp 2 triliun, sedangkan potensi penjualan ekspor yg dilakukan industri Surimi sekitar US$ 200 juta per tahun," pungkasnya. (hns/hns)











































