Harga Batu Bara Dalam Tren Turun

Harga Batu Bara Dalam Tren Turun

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 09 Mar 2017 19:49 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Harga batu bara sedikit melemah dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga batu bara acuan pada Maret 2017 turun ke US$ 81,9 per ton dari sebelumnya US$ 83,32 per ton pada Februari. Pada Desember 2016 lalu, harga batu bara sempat melompat sampai di atas US$ 100 per ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, menyatakan harga batu bara masih rentan melemah. Faktor-faktor eksternal berpotensi besar menurunkan harga batu bara.

"Harga batu bara masih rentan terhadap faktor eksternal, khususnya kebijakan di Tiongkok," ujar Hendra kepada detikFinance, Jumat (9/3/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia memperkirakan, tren penurunan harga batu bara yang terjadi dalam 3 bulan terakhir masih akan berlanjut. Harga batu bara belum mencapai titik keseimbangan baru, kemungkinan turun lagi hingga di bawah US$ 80 per ton.

"Sulit untuk memprediksi apakah harga batu bara bisa stabil di level US$ 80 per ton sepanjang tahun ini. Masih ada potensi harga tertekan sampai di bawah US$ 80 per ton. Tapi secara keseluruhan, level harga di 2017 masih lebih baik dibanding 2016," paparnya.

Penyebab utama tren penurunan dalam 3 bulan terakhir ini adalah perubahan kebijakan pemerintah China. Pada akhir tahun lalu, pemerintah China memangkas produksi batu bara di dalam negerinya sebesar 4,2%.

Total produksi batu bara Negeri Tirai Bambu itu mencapai 3,6 miliar ton per tahun. Pengurangan produksi 4,2% membuat pasokan batu bara dunia terpangkas 151 juta ton.

Tapi kini pemerintah China secara bertahap kembali menaikkan produksi batu bara di dalam negerinya hingga ke tingkat normal. Meroketnya harga batu bara membuat biaya produksi listrik di China juga naik, menurunkan daya saing industri mereka. Maka pemangkasan produksi batu bara dihentikan.

"Pemerintah China secara bertahap mengembalikan kebijakan pengurangan jam kerja industri batu bara mereka sehingga berangsur menuju normal," Hendra menerangkan.

Di sisi lain, pemerintah China juga memangkas pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi aktivitas pabrik-pabrik di sana. Akibatnya, konsumsi batu bara mengalami penurunan. Permintaan turun, sementara produksi naik.

Faktor lainnya adalah berakhirnya musim dingin. Permintaan batu bara setiap tahun mencapai puncaknya saat musim dingin. Sekarang sudah mulai memasuki musim semi.

"Periode Februari biasanya penggunaan batu bara secara perlahan mulai kurang lebih rendah dibandingkan awal musim dingin," tutupnya. (mca/mkj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads