Ada 4 BUMN tambang yang akan masuk ke dalam holding ini, yaitu PT Antam (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero), dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang nantinya menjadi induk.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro mengatakan, pembentukan holding BUMN tambang dibutuhkan sebuah Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aloy mengatakan, PP holding selanjutnya diserahkan ke Kemenkum HAM untuk proses harmonisasi
"PP inbreng harus dikaji bersama. Dampak, kenapa lakukan ini, dampak strategis. Setelah selesai, lalu itu dibawa ke Kemenkum HAM, untuk tambang sudah tahapan harmonisasi," jelas Aloy di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Rabu (22/3/2017).
Jika Kemenkum HAM memandang PP holding BUMN tambang tidak menabrak peraturan lainnya maka siap untuk diundangkan. Setelah itu, PP holding BUMN tambang diserahkan ke Kementerian Keuangan yang nantinya dibawa ke Sekretariat Negara dan akan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Once itu oke, dibawa draft itu oleh Menkeu ke Presiden melalui Setneg, ditandatangani," ujar Aloy
Aloy menambahkan, keterlambatan pembentukan holding BUMN tambang karena perlunya komunikasi ke DPR di Senayan. DPR perlu memiliki pandangan yang jelas mengenai pembentukan holding BUMN tambang itu sendiri.
"Ada tanggung jawab publik dan korporasi. Kita sudah siapkan secara baik, konsolidasi adalah jalan keluar untuk lebih besar. Tanggung jawab publik kita perlu mendapat kesepahaman dengan wakil rakyat kita," tutur Aloy. (hns/hns)











































