Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Danny Praditya, berujar keterbatasan anggaran pemerintah membuat pembangunan infrastruktur gas sangat bergantung pada korporasi, baik BUMN maupun swasta. Namun demikian, perlu adanya integrasi semua jaringan infrastruktur gas agar lebih efisien.
"Jadi dengan demikian infrastruktur gas bumi terintegrasi seluruh Indonesia, karena kalau tak ada integrasi, segmen-segmen itu tak akan terkoneksi. Kita sebagai BUMN gas diberikan kepercayaan melakukan itu, walaupun tidak menutup peran mitra swasta yang sudah ada, lebih tertata tidak sendiri-sendiri," Danny kepada detikFinance di kantor pusat PGN, Jakarta, pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Listrik) diproduksi di Muara Tawar Priok atau Jawa Timur bisa dikirim ke Jateng, karena PLN melakukan perencanaan nasional. Walaupun keterlibatan swasta bisa dimungkinkan, kaya IPP kan swasta. PGN juga sama," ucap Danny.
Dia menyebut, dengan perencanaan nasional pembangunan infrastruktur gas seperti halnya interkoneksi listrik, maka pembangunan pipa gas bisa dilakukan tak memakan banyak biaya.
Di sisi lain, pembangunan jalur infrastruktur gas baru, juga bisa lebih mudah diarahkan untuk mengembangkan kantong-kantong ekonomi baru di wilayah yang dilewati pipa gas bumi.
"Misalnya PLN butuh gas di Jawa Timur, ya sudah PLN di sana sebagai anchor, PGN akan tarik pipa dari sini, PLN bisa bangun nanti kita tumbuhnya dari jalur yang dilewati, jadi terkoneksi, jadi harapannya tersambung semua, dan industri bagian Jawa Utara terkoneksi dan PLN sudah terlayani, dari Pantura ke Selatan akan berkembang, kalau sekarang Jateng enggak berkembang, meski upah di sana murah," terangnya.
Jika tak ada integrasi jaringan pipa gas, maka ongkos pembangunan infrastrukturnya bisa jauh lebih mahal. Cakupan wilayah yang dijangkau gas bumi juga tidak maksimal. Selain itu, meski pengelolaan integrasi jaringan gas dikoordinasi PGN, harga gas tetap diatur pemerintah.
Sejauh ini, total pipa gas yang sudah dibangun di Indonesia baru 9.876 km, terdiri dari 5.150 km pipa transmisi dan 4.726 km pipa distribusi. 7.200 km dari 9.846 km itu adalah milik PGN.
"Kalau hanya lihat point to point ya tidak untung, kalau kita network, di sinilah ada PGN, kita harapkan tak bisa bahwa pengelolaan ini dilakukan point to point, karena tidak sustain, jadi kita melihat dari tata kelola yang sudah ada perlu adanya integrasi. Gas itu enggak bisa disimpan, terus timing antara produksi dan kesiapan market serap itu susah," ujar Danny.
"PGN untuk mengembangkan daerah yang belum ekonomis harus ditunjang dari bisnis yang sudah mature, nah kemudian kalau mature bisnisnya ini tidak sustain, bagaimana PGN mau bangun di sana. Kalau saya sendiri enggak hidup bagaimana mau subsidi," katanya lagi. (idr/ang)