Freeport Bisa Ekspor Lagi Sampai Oktober 2017

Freeport Bisa Ekspor Lagi Sampai Oktober 2017

Michael Agustinus - detikFinance
Selasa, 04 Apr 2017 15:07 WIB
Freeport Bisa Ekspor Lagi Sampai Oktober 2017
Foto: Istimewa/Puspa Perwitasari
Jakarta - Perundingan antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTfI) terus berlangsung. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) yang dirilis Januari 2017 lalu membuat Freeport tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Aturan ini membuat kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg terganggu.

Freeport harus mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat.

Perusahaan tambang yang berpusat di Arizona, Amerika Serikat (AS), ini juga keberatan jika harus melepaskan sahamnya hingga 51% (divestasi). Mereka ingin tetap memegang kendali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai solusi jangka pendek agar kegiatan operasi dan produksi Tambang Grasberg di Papua tak terganggu, pemerintah menerbitkan IUPK yang berlaku selama 8 bulan sejak 10 Februari-10 Oktober 2017. Dengan IUPK yang sifatnya sementara itu, PTFI bisa mengekspor konsentrat lagi sampai 10 Oktober 2017.

"Pada pembahasan jangka pendek, kita sudah sepakat akan ditetapkan IUPK yang bersifat sementara karena punya tenggat waktu 8 bulan. PTFI dapat melakukan ekspor konsentrat dan bayar BK (Bea Keluar)," kata Sekjen Kementerian ESDM, Teguh Pamudji, dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/4/2017).

Meski mendapat IUPK yang berlaku selama 8 bulan, Teguh menambahkan, KK yang dipegang PTFI tetap dihormati. Jadi KK tetap berlaku di samping IUPK. "Berbarengan dengan IUPK sementara itu, kita juga masih menghormati ketentuan KK. Soal bagaimana landasan operasional untuk 8 bulan adalah IUPK. Tapi ketentuan di KK masih kita hormati. Pakai IUPK tapi dalam beberapa hal kita masih menghormati KK," ucapnya.

Selama 8 bulan, pemerintah dan PTFI akan terus bernegosiasi mencari solusi permanen. Perundingan antara pemerintah dan PTFI dibagi dalam 2 pendekatan, yakni pendekatan untuk penyelesaian jangka pendek dan yang kedua untuk jangka panjang.

Masalah jangka pendek, yaitu kelangsungan operasi tambang Freeport, sudah diselesaikan dengan penerbitan IUPK sementara. Sedangkan masalah jangka panjang terkait dengan stabilitas investasi jangka panjang yang diinginkan PTFI, perpanjangan kontrak hingga 2041, kewajiban divestasi saham hingga 51%, dan pembangunan smelter. Empat isu ini mulai dibahas minggu depan.

"Mulai minggu depan kita melakukan pembahasan jangka panjang selama 8 bulan sejak 10 Februari, berakhir 10 Oktober 2017. Yang dibahas terkait ketentuan stabilitas investasi. Kedua adalah keberlangsungan operasi PTFI. Ketiga terkait divestasi. Keempat pembangunan smelter. Jadi kami masih punya waktu ke depan," ucap Teguh.

Dalam perundingan dengan PTFI ini, pemerintah membentuk tim yang terdiri dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan pihak-pihak lain yang terkait langsung dengan operasi PTFI.

Jika dalam waktu 8 bulan tak tercapai titik temu, PTFI boleh menanggalkan IUPK dan kembali ke KK. Tetapi sesuai ketentuan PP 1/2017, pemegang KK dilarang ekspor konsentrat.

"Untuk jangka panjang, kalau 8 bulan PTFI dalam posisi ke KK, pada dasarnya menurut PP 1/2017 kan memang diberi pilihan. Dia bisa kembali ke KK tapi tidak boleh ekspor," cetusnya.

Diakui Teguh, penerbitan IUPK yang bersifat sementara ini belum memiliki payung hukum. PP 1/2017 maupun aturan turunannya, Permen ESDM 5/2017 dan Permen ESDM 6/2017, tak mengatur soal IUPK 'sementara'. Kementerian ESDM akan melakukan penyesuaian aturan supaya IUPK ini legal. "Regulasi yang memayungi, kita akan melakukan penyesuaian terkait hal ini. Kita sedang bahas," kata Teguh.

Meski demikian, menurutnya, tidak ada pelanggaran Undang-Undang dalam keputusan yang diambil pemerintah ini. UU memberi ruang kepada pemerintah dan badan usaha untuk mencari jalan tengah terbaik. IUPK sementara merupakan hasil kesepakatan pemerintah dan PTFI.

"Kita perlu ketahui, dalam konteks pembinaan dan pengawasan, pemerintah berlandaskan pada UU. UU memberi ruang pada pemerintah dan badan usaha untuk mencari solusi terbaik. Terkait Freeport, setelah PP 1/2017 kan muncul pilihan antara IUPK atau KK. Setelah berunding, keduanya sepakat dan itu dimungkinkan UU. Tentu dengan tetap mempertimbangkan kedaulatan negara," pungkasnya. (mca/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads