Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan, lifting minyak tak mampu mencapai target karena hal-hal yang kelihatannya sepele, seperti hujan badai, sekring putus, seal bocor, gangguan pada valve (alat pemutus aliran minyak/gas).
Cuaca buruk membuat kapal-kapal pengangkut minyak tak bisa beroperasi. Lifting (pengiriman minyak ke kapal) pun tak bisa dilakukan, karena ombak terlalu besar. Kejadian ini menimpa Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, yang merupakan salah satu tulang punggung produksi minyak nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Unplanned shutdown itu bisa karena cuaca, sekring putus. Mungkin sepele, tapi fatal, produksi berhenti karena seal bocor. Mau enggak mau seal harus diganti dulu, produksi terganggu beberapa hari. Celakanya kalau seal-nya harus impor, pengadaannya enggak bisa cepat," ujar Sekretaris SKK Migas, Budi Agustyono, dalam Sarasehan di Serang, Jumat (7/4/2017).
Ia menambahkan, hujan deras juga membuat produksi minyak berkurang. Sumur-sumur minyak jadi terganggu. Blok Rokan, ladang minyak terbesar di Indonesia, pernah terganggu akibat hujan.
"Sumur kinerjanya juga berkurang kalau hujan, apalagi banjir. Misalnya di Chevron, pernah gara-gara hujan lebat enggak berhenti-berhenti, produksi turun," tukasnya.
Meski ada gangguan-gangguan, Budi tetap optimistis pihaknya bisa mengejar target lifting minyak 815.000 bph. Sinyal positif terlihat dari Lapangan Banyu Urip yang pada akhir Maret angka produksi per harinya sudah mencapai 205.119 bph, atau di atas target sebesar 201.155 bph.
Dari sisi gas, realisasi lifting sampai akhir Maret sudah di atas target. Dalam APBN, lifting gas ditargetkan sebesar 6.440 MMSCFD, sedangkan realisasinya mencapai 6.503 MMSCFD atau 101% dari target.
"SKK Migas bersama Kontraktor KKS tetap mengupayakan berbagai cara supaya target lifting baik untuk minyak maupun gas dapat tercapai," tutupnya. (mca/wdl)











































