Negosiasi ini diharapkan tuntas pada Mei 2017, sehingga PEPC dapat segera mengeksekusi pengembangan lapangan tersebut secara penuh.
Hal ini adalah sebagai tindak lanjut Surat Menteri ESDM No 9/13/MEM.M/2017 tertanggal 3 Januari 2017 yang memerintahkan Pertamina untuk mengembangkan secara penuh lapangan JTB dan menyelesaikan perbahasan dengan ExxonMobil secara Business to Business (B to B).
Direktur Utama PEPC, Adriansyah, mengakui pihaknya tengah melakukan negosiasi intensif dengan ExxonMobil.
"Kami sudah menanda-tangani Interim Agreement pada Maret 2017. Saat ini masa transisi sudah mulai berjalan," ujar Adriansyah dalam keterangan tertulis, Senin (10/4/2017).
Adriansyah menambahkan bahwa PEPC mematok target Mei 2017 harus sudah tuntas. "Kita tidak mau mundur, untuk menghindari potential loss selama kontrak," tegasnya.
Memang masih ada permasalahan yang harus dituntaskan antara PEPC dan Exxon, tetapi alih kelola JTB ini terkait dengan pengembangan lapangan gas yang diandalkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur tetap ditargetkan selesai Mei 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Blok Cepu ini PEPC memiliki saham 45%, Ampolex 24,5%, Exxon 20,5% dan BUMD 10%. Di tengah harga minyak cenderung menurun, produksi Banyu Urip kini menjadi andalan untuk menopang produksi nasional. Pada tahun 2017 ditargetkan produksinya mencapai 200.000 BOPD.
Namun, yang menarik, sebelum mencapai produksi puncak, kata Adriansyah, pada saat harga minyak di atas US$ 100 per barel, Lapangan Banyu Urip yang dioperasikan oleh ExxonMobil sudah mampu melakukan produksi untuk menopang kinerja Pertamina, melalui Early Production Facilities yang merupakan usulan PEPC.
"Meski produksinya masih kecil, tetapi sudah ikut menyumbang kinerja finansial Perusahaan, tetapi yang lebih penting PEPC dapat membuktikan sebagai mitra yang aktif bagi ExxonMobil," tutup Adriansyah. (mca/dna)