Meski target tersebut tidak mencakup seluruh desa di Papua yang masih gelap gulita, PLN pun mengaku hal itu juga cukup berat. Sebab untuk menerangi seluruh Papua harus menghadapi tantangan.
Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN, Haryanto WS, menjelaskan tantangan yang paling utama adalah data, karena dengan begitu banyaknya desa yang masih terisolir listrik data menjadi kebutuhan yang paling mendasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data akses dari desa-desa terisolir di Papua tersebut memang sangat penting. Sebab sangat banyak desa di Papua yang belum memiliki akses jalan darat. Hal itu tentu membuat biaya untuk pengiriman peralatan dan bahan bakar pembangkit listrik menjadi sangat mahal.
Baca juga: Ada 2.500 Desa Belum Berlistrik, 2.400 Tersebar di Papua
"Seperti di pegunungan Papua itu sangat mahal biaya pengiriman BBM bisa Rp 31 ribu per liter. Karena hanya bisa dengan pesawat. Untuk Wamena misalnya ongkos kirimnya juga Rp 8 ribu per liter," imbuhnya.
Untungnya, lanjut Haryanto, PLN mendapatkan bantuan aplikasi rooftop tagging dari ADB. Aplikasi tersebut bisa menggambarkan sebaran penduduk di seluruh Papua.
"Kemudian bisa letakan Jaringan PLN di mana saja dengan aplikasi itu. Sehingga bisa diketahui oh untuk listrik daerah ini bisa jaringan PLN atau isolated," tambahnya.
Kendala lainnya, PLN harus memperkirakan kemampuan masyarakat setempat untuk membeli listrik. Hal itu agar aliran listrik yang tersedia juga bisa terserap dengan baik.
"Kami sedang memikirkan bagaimana membantu mencari jalan supaya masyarakat yang sudah ada listrik bisa menikmatinya," ujarnya.
Masalah yang terakhir adalah jaringan komunikasi yang masih terbatas di Papua. Hal itu tentunya bisa menjadi kendala ketiga PLN tengah melakukan pembangunan pembangkit listrik di Papua. (hns/hns)