Malam-malam, Jonan Berbagi Ilmu ke Para Direktur Pemasaran

Malam-malam, Jonan Berbagi Ilmu ke Para Direktur Pemasaran

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 27 Apr 2017 22:12 WIB
Foto: Michael Agustinus/detikFinance
Jakarta - Menteri ESDM Ignasius Jonan malam ini menjadi pembicara pada acara Jakarta CMO Club dengan tema Realizing Inclusive Energy in Indonesia: Foundation for Sustainable Economic Growth.

Acara tersebut diadakan pada pukul 19.00 WIB sampai 20.30 WIB di Ruang Sarulla, Gedung Setjen Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (26/4/2017).

Dalam acara yang dipandu oleh pakar pemasaran, Hermawan Kartajaya ini, Jonan berbagi ilmu kepada para Chief Marketing Officer (CMO) alias direktur pemasaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jonan memulai ceramahnya dengan menceritakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tugas khusus untuk menciptakan efisiensi di sektor energi ketika ia ditunjuk menjadi Menteri ESDM.

Berbagai terobosan pun dibuat dengan tujuan utama efisiensi biaya energi. Kalau biaya energi mahal, masyarakat terbebani, industri juga jadi kurang berdaya saing. Makanya listrik harus terjangkau.

Dibuatlah regulasi yang menetapkan batas atas harga listrik dari energi baru terbarukan (EBT), batu bara, dan gas. Dengan begitu tarif listrik makin lama bisa makin turun, bisa dijangkau seluruh masyarakat mulai dari lapisan paling atas sampai bawah. Jonan menargetkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik turun sampai tinggal Rp 950/kWh di 2019.

"Sekarang bagaimana listrik ini makin tersedia, tapi harganya makin terjangkau. Kalau kita ngomong disparitas masyarakat Indonesia, besar sekali. Ini tugas pemerintah bagaimana masyarakat bisa berlangganan listrik dengan baik. Kalau harga listrik naik 3 bulan sekali, enggak perlu ada kementerian ini. Target kami makin lama makin turun. Mudah-mudahan 2019 bisa Rp 950/kWh," kata Jonan.

Sumber-sumber energi pun diatur Jonan agar sesuai dengan daerah masing-masing. Ia mendorong pembangunan pembangkit listrik mulut tambang, yaitu pembangkit yang lokasinya menempel dengan sumber bahan bakarnya. PLTU mulut tambang dibangun di daerah-daerah yang kaya batu bara, PLTG mulut sumur dibangun di daerah yang memiliki cadangan gas.

Jadi pembangkit listrik disesuaikan dengan potensi energi lokal. Jangan membuat pembangkit listrik yang sumber bahan bakarnya jauh sekali, sehingga biaya distribusi bahan bakarnya jadi mahal, seperti yang terjadi di PLTGU Belawan. Jonan tak mau yang seperti itu terulang lagi.

"Gas yang dihasilkan BP Tangguh di Papua, itu dikirim pakai kapal ke Lhoksumawe di Aceh, jauh sekali, pesawat saja 6,5 jam perjalanan. Sampai di Aceh gasnya diregasifikasi, masuk pipa 400 km, dikirim ke Belawan. Ini gas keliling jauh sekali," tuturnya.

Biaya produksi minyak dan gas bumi juga tak luput dari perhatian Jonan. Mantan Dirut PT KAI ini membuat skema gross split untuk mendorong perusahaan-perusahaan hulu migas beroperasi dengan efisien.

"SKK Migas itu produksi migas turun terus, tapi cost recovery makin besar. Saya enggak bisa mengerti bagaimana produksi makin kecil tapi biayanya makin besar. Kalau 6 bulan enggak bisa efisien, kita ganti orang. Kita akan coba, bagaimana kalau biayanya naik, produksinya juga harus naik. Kami juga terbitkan skema gross split, tidak ada cost recovery lagi dan sebagainya," terang Jonan.

Terobosan lain dibuat Jonan untuk mendorong penggunaan bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi. Semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di daerah yang sudah dilalui infrastruktur gas harus menjual BBG, jangan cuma jualan bensin saja.

Dengan begitu, produsen otomotif akan tertarik memproduksi mobil berbahan bakar gas. Masyarakat yang mau menggunakan BBG juga bisa mendapatkannya dengan mudah. Diharapkan ke depan semakin banyak kendaraan pribadi yang beralih dari BBM ke BBG.

"Sekarang kita wajibkan tiap SPBU punya nozzle BBG. Pokoknya 1 SPBU pasang, terserah mau modelnya apa," tegas Jonan.

Ia yakin kebijakan-kebijakan yang diputuskannya ini bakal mendorong para pelaku usaha berinovasi, membuat teknologi baru yang lebih efisien. Inovasi dan efisiensi adalah sesuatu yang wajib dilakukan setiap pelaku usaha agar dapat bertahan.

Jonan memberi contoh, 20 tahun lalu handphone yang fungsinya amat terbatas harganya sangat mahal, setara dengan harga sebuah mobil. Sekarang teknologi makin maju, inovasi-inovasi telah dibuat, handphone sudah punya berbagai fitur canggih. Tapi meski jauh lebih multifungsi dibanding 20 tahun lalu, harga handphone justru makin efisien. Ini contoh bagus yang harus diikuti oleh pelaku bisnis energi.

"Dulu harga handphone Ericsson yang besar itu, cuma bisa telepon, sama kayak mobil Kijang. Sekarang harga Kijang ratusan juta, harga iPhone yang fungsinya jauh lebih banyak dari Ericsson cuma Rp 6 juta," tutup Jonan. (mca/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads