Respons Inpex Pasca Ditegur Jonan Soal Blok Masela

Respons Inpex Pasca Ditegur Jonan Soal Blok Masela

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 04 Mei 2017 09:25 WIB
Foto: Reuters
Jakarta - Duet Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar memberi peringatan keras kepada operator Blok Masela, Inpex Corporation, karena perusahaan tersebut tak kunjung mengerjakan Pre Front End Engineering Design (Pre-FEED) alias pra rancangan pengembangan Blok Masela yang baru.

Pre-FEED adalah dasar dari Front End Engineering Design (FEED), yang bakal menjadi Plan of Development (POD) alias rencana pengembangan jika disetujui pemerintah.

POD Masela harus direvisi akibat perubahan skema pengembangan dari offshore menjadi onshore. Kalau revisi POD tak segera selesai, pengembangan tak bisa dimulai, produksi gas dari Masela pasti molor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan kilang LNG Masela harus dibangun di darat (onshore) pada Maret 2016 lalu sampai saat ini, proyek Masela masih belum ada perkembangan signifikan.

Jonan dan Arcandra menyatakan bahwa pemerintah akan bersikap tegas jika Inpex tidak berupaya mempercepat proyek Masela.

Menanggapi hal tersebut, Inpex menyatakan bahwa pihaknya masih berkomitmen mempercepat proyek Masela. Inpex dan pemerintah masih terus berdiskusi intens untuk mencari cara agar ladang gas di Indonesia Timur itu bisa segera digarap. Ada hal-hal yang masih harus dibicarakan.

"Kami masih terus berdiskusi dengan pemerintah untuk mempercepat proyek Masela," kata Juru Bicara Inpex, Usman Slamet, kepada detikFinance, Kamis (4/5/2017).



Untuk diketahui, menurut penuturan Arcandra, Inpex enggan melakukan Pre-FEED karena belum ada kejelasan soal pulau lokasi kilang LNG dan kapasitas produksi gas Blok Masela. Bagi Inpex, Pre-FEED tak bisa jalan kalau lokasi kilang dan kapasitas produksi belum diputuskan. Rancangan harus dibuat berdasarkan lokasi dan kapasitas produksi yang jelas.

Namun pemerintah punya pendapat sebaliknya. Menurut Arcandra, Pre-FEED harus mengkaji semua opsi yang ada untuk kemudian memilih lokasi kilang, kapasitas produksi, dan melanjutkan pilihan tersebut ke rancangan yang lebih rinci, yaitu Front End Engineering Design (FEED).

Saat ini ada 2 opsi lokasi kilang LNG dan 2 opsi kapasitas produksi. Kilang LNG bisa dibangun di 'Pulau A' yang jaraknya hanya sekitar 100 kilometer (km) dari Blok Masela tapi ada palung di tengahnya sehingga mempersulit pembangunan pipa gas, atau 'Pulau B' yang berjarak 600 km dari Blok Masela tapi relatif lebih mudah jalurnya untuk pipa dari Masela ke pulau tersebut.

Ada 2 opsi juga untuk kapasitas produksi gas. Yang pertama adalah gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) sebanyak 7,5 Million Ton Per Annual (MTPA) ditambah gas pipa untuk industri petrokimia sebanyak 474 MMSCFD. Opsi kedua, LNG 9,5 MTPA ditambah gas pipa 150 MMSCFD.

Pulau mana yang lebih layak untuk kilang LNG, jalur mana yang memungkinkan untuk dilalui pipa gas, kapasitas produksi mana yang lebih masuk akal, apakah ada pembelinya jika gas diproduksi sekian, itu semua harus diuji melalui Pre-FEED yang memakan waktu kira-kira 6 bulan. Demikian pandangan pemerintah.

Kata Arcandra, dengan pengujian melalui Pre-FEED, rancangan yang nantinya dijadikan FEED dan disetujui pemerintah menjadi Plan of Development (PoD) punya dasar kuat, ada data-data dan argumen yang obyektif, bukan pilihan yang diambil karena alasan-alasan non teknis.

Jika Pre-FEED sudah jadi, dilanjutkan dengan FEED, disetujui pemerintah menjadi POD, barulah tahapan-tahapan selanjutnya menuju produksi gas seperti Final Investment Decision (FID), sampai Engineering Procurement and Construction (EPC) bisa dimulai. (mca/mkj)

Hide Ads