Di hadapan para pengusaha migas, Arcandra menerangkan, KKKS akan mendapat efisiensi dari bagi hasil gross split, karena ada keuntungan yang lebih besar dari sekedar bagi hasil (split).
"Ada benefit lebih dari sekedar split. Tangible (nyata) maupun intangible (tidak terlihat). Efisiensi adalah hasil dari gross split," ungkap Arcandra di Kantor SKK Migas, City Plaza, Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, jika menggunakan gross split, maka prosesnya dapat dipersingkat 20 bulan, atau menjadi 85 bulan saja.
"Dari Pre-FEED menghabiskan 105 bulan sampai produksi first oil, brp kali bapak ke SKK. Untuk feed, dari Pre-FEED ke feed proses admin berapa lama? Ada waktu sekian tahun lamanya. Kalau waktu itu diganti proses procurement yang mandiri, Tangguh bisa save 20 bulan," jelas Arcandra.
Efisiensi yang ditimbulkan menurut Arcandra dapat memberikan keuntungan tidak hanya dari sisi waktu, melainkan juga dari sisi biaya pengeluaran dan birokrasi yang harus ditempuh.
"Seperti, Lapangan Banyu Urip bisa kita cut 30 bulan. Rata-rata 2-3 tahun. Dengan adanya gross split, ada early production, ada efisiensi," ujarnya.
Kementerian ESDM juga telah menyiapkan kewenangan khusus (diskresi) bagi Menteri ESDM untuk memberikan tambahan split hingga 5% ke KKKS dengan kondisi tertentu untuk menambah nilai keekonomian lapangan.
"Kalau split masih kurang, Menteri ESDM punya diskresi untuk memberi tambahan 5%," pungkasnya.
Kementerian ESDM memperkiraan efisiensi dari tahapan Pre-FEED hingga produksi pada lapangan migas jika menggunakan skema gross split, berikut rinciannya:
Tangguh dari 105 jadi 83 bulan ,
Banyu Urip dari 152 jadi 120 bulan,
Jambaran Tiung Biru dari 86 ke 73 bulan,
Jangkrik dari 84 ke 71 bulan,
IDD Bangka dari 106 ke 83 bulan,
Donggi dari 104 ke 91 bulan,
Matindok dari 88 ke 73 bulan,
Senoro dari 130 ke 116 bulan.
Blok A dari 136 ke 118 bulan.
Kepodang dari 134 ke 113 bulan. (hns/hns)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 