Aturan baru ini bertujuan meningkatkan pemanfaatan gas suar dan menurunkan volume pembakaran gas suar (flaring), serta mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan usaha hulu.
Gas suar adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi atau pengolahan migas, yang dibakar karena tidak dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia sehingga belum termanfaatkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, menjelaskan potensi-potensi flare gas di lapangan-lapangan migas akan dilelang. Harga jual gas suar ditetapkan oleh Menteri ESDM, diusulkan SKK Migas, berdasarkan hasil lelang.
Sedangkan untuk kontrak-kontrak penjualan gas suar yang ditandatangani sebelum terbitnya Permen ESDM 32/2017, tetapi belum terdapat kesepakatan harga, Menteri akan menetapkan harga jual paling tinggi US$ 3,67/MMBTU.
Harga dasar sebesar US$ 3,67/MMBTU itu dikurangi dengan faktor koreksi, yaitu kandungan H2S dan CO2. Semakin tinggi kandungan H2S dan CO2, harga flare gas jadi makin turun. Sebaliknya, kalau kandungan H2S dan CO2 sedikit, harganya jadi bisa mendekati US$ 3,67/MMBTU.
Ditetapkan juga batas bawah untuk harga jual flare gas, yaitu US$ 0,35/MMBTU. Seberapa pun besarnya kandungan H2S dan CO2, harga gas suar tak boleh di bawah US$ 0,35/MMBTU.
"Itu harga minimumnya (US$ 0,35/MMBTU). Ada harga dasarnya bagi yang eksisting, US$ 3,67/MMBTU dikurang faktor koreksi. Pengurangnya H2S dan CO2," papar Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (15/5/2017).
Jika ditawarkan secara terbuka melalui lelang, kemungkinan harga jual flare gas sekitar US$ 4/MMBTU. Masih relatif murah dibanding gas pipa yang rata-rata mencapai US$ 6/MMBTU, apalagi dibanding Liquefied Natural Gas (LNG).
"Kalau ke depan harganya berdasarkan bidding siapa yang berminat untuk beli flare gasnya. Bisa US$ 3-4/MMBTU, terserah," kata Arcandra.
Tapi berbeda dengan gas pipa atau LNG, pasokan gas suar tak stabil. Pembeli harus siap jika suplainya tiba-tiba anjlok. "Boleh buat apa saja. Tapi harus diingat, gas suar ini pasokannya tidak menentu. Ini flare, bukan gas produksi," tukasnya.
Saat ini Kementerian ESDM masih menghitung potensi-potensi gas suar lapangan-lapangan migas di seluruh Indonesia. "Kita hitung dulu lapangan per lapangan," tutupnya. (mca/wdl)











































